Summary: | Summary in Indonesian Language : Semulia apa pun tujuan mereka yang telah mengkampanyekan pluralisme religius dan sedalam apa pun simpati kita kepada perjuangan mereka melawan intoleransi yang telah berurat berakar, kenyataannya bahawa proyek teologis mereka gagal. Dan, kegagalan itu tidak berkaitan dengan apa yang ditemukan dalam filosofi politik liberal. Agar bisa melihat kegagalan ini, pertama-tama kita perlu mengenali garis besar perkembangan historis dan ide sentral dari liberalisme religius dan liberalisme politik. Menurut pluralisme non-reduktif, keyakinan yang benar diperlukan tetapi tidak penting untuk keselamatan. Keyakinan benar tidak penting dalam arti bahwasanya boleh jadi seseorang selamat kerana karunia Allah meskipun kewajiban ini tidak dipenuhi. Pelbagai tingkat pluralisme non-reduktif akan memberi peluang perbedaan secara relatif dari keyakinan yang benar. Pada masa Nabi Muhammad SAW, Yahudi dan Kristen dianggap memiliki keyakinan batil. Naun meskipun demikian, Tuhan tidak akan menolak mereka untuk membalas mereka dengan ganjaran yang sesuai. Dalam al-Quran, bahkan pahala dijanjikan kepada kaum Shabiin, yang disepakati oleh banyak mufasir sebagai para penyembah bintang, meningat mereka mengimani Allah dan Hari Akhir serta beramal saleh. Buku ini menguraikan bahawa Islam tidak menolak pluralitas sebagai sebuah fakta sejarah (Deontis Diakronis), yang dipersoalkan secara kritis oleh Islam adalah sebuah pluralisme yang liberatif dan sebagai sebuah doktrin (Pluralisme Religius Alethic)
|