KEADILAN SAHABAT : Sketsa Politik Islam Awal /

Kepemimpinan Islam pasca wafatnya Nabi saw pada umumnya berpindah tangan pada kelompok sahabat. Salah satu definisi sahabat, menurut ahli hadis, adalah orang yang berjumpa dengan Rasulullah saw dan meninggal dunia sebagai orang Islam. Dari mereka, umumnya kita mengenal Rasulullah saw; tapi dari mere...

ver descrição completa

Detalhes bibliográficos
Main Authors: Ahmad Husain Ya'qub, author 644615, Salman al-Farisi, editor 644617
Formato: text
Idioma:may
Publicado em: Jakarta : Penerbit Al-Huda, 1996
Assuntos:
Descrição
Resumo:Kepemimpinan Islam pasca wafatnya Nabi saw pada umumnya berpindah tangan pada kelompok sahabat. Salah satu definisi sahabat, menurut ahli hadis, adalah orang yang berjumpa dengan Rasulullah saw dan meninggal dunia sebagai orang Islam. Dari mereka, umumnya kita mengenal Rasulullah saw; tapi dari merekalah jugalah kita mewarisi perpecahan. Dalam buku ini kita bisa melacak akar-akar perbedaan dan perpecahan yang hingga berdarahdarah tersebut dengan menilik berbagai definisi yang didedah oleh sang penulis. Representasi yang paling mencolok mengenai definisi sahabat terdapat dalam ketetapan mayoritas Ahlussunah yang mengatakan bahwa seluruh sahabat itu baik (ash-shahabiy kulluhum 'udul). Imbas dari definisi yang amat longgar tersebut mengakibatkan orang yang memerangi keluarga Nabi saw ataupun yang telah diusir oleh Nabi saw dari Madinah pun tetap mendapat kehormatan sebagai sahabat Nabi saw. Dengan mendekonstruksi definisi sahabat, penulis telah mampu menjungkirbalikkan semua nilai menyangkut keadilan sahabat. Dari sini, umat Islam perlu menata mindset mereka tentang keadilan "para pewaris Sunah Rasulullah" tersebut. Karena, andaikata anggapan "semua sahabat itu baik" benar, mengapa terjadi banyak perbedaan di antara sahabat itu sendiri? Jika demikian, lantas apa relevensinya Nabi saw menganjurkan kaum Muslim untuk merujuk pada Kitabullah dan keluarganya (Ahlulbait)? Dan mengapa kelompok Muslim lain yang amat bersetia pada keluarga Nabi saw-yang kesucian mereka dijamin al-Quran-dan bersikap selektif terhadap para sahabat-yang keadilan mereka tidak dijamin-malah dicerca dan dimusuhi? Bukankah mereka (pendukung keluarga Nabi) pada dasarnya telah bersikap adil lantaran mereka telah "menempatkan sesuatu pada tempatnya"? Inilah sejumlah pertanyaan yang juga terjawab dalam buku ini. Pembaca-dalam kitab ini pun-akan menyaksikan betapa sketsa politik Islam telah ternodai sehingga melahirkan dua kelompok besar Muslim, yakni Ahlussunah dan Syi'ah. Pembacaan yang arif atas karya referensial ini, niscaya akan mencuatkan keadilan bersikap. Akhir madah, selamat berpikir merdeka!