Penanganan Nyeri pada Keganasan
Kasus seorang anak dengan retinoblastoma residif mata kiri stadium IV yang tidak responsif dengan sitostatika. Dalam perjalanan penyakitnya, masa tumor makin membesar dan menimbulkan keluhan nyeri. Nyeri pada pasien ini dapat disebabkan oleh aktivitas nosiseptor akibat regangan dan destruksi tulang,...
Main Authors: | , |
---|---|
Format: | Article |
Language: | Indonesian |
Published: |
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
2016-12-01
|
Series: | Sari Pediatri |
Subjects: | |
Online Access: | https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/849 |
_version_ | 1819018340252778496 |
---|---|
author | Damayani Farastuti Endang Windiastuti |
author_facet | Damayani Farastuti Endang Windiastuti |
author_sort | Damayani Farastuti |
collection | DOAJ |
description | Kasus seorang anak dengan retinoblastoma residif mata kiri stadium IV yang tidak
responsif dengan sitostatika. Dalam perjalanan penyakitnya, masa tumor makin
membesar dan menimbulkan keluhan nyeri. Nyeri pada pasien ini dapat disebabkan
oleh aktivitas nosiseptor akibat regangan dan destruksi tulang, dan nyeri neuropatik
akibat penekanan pada saraf di sekitar tumor. Penanganan nyeri dimulai dengan
pemberian preparat AINS (anti inflamasi non steroid) yaitu natrium diklofenak dan
parasetamol namun tidak dapat mengatasi keluhan pasien. Pasien kemudian diberikan
tramadol supositoria dan natrium diklofenak gel.
Masa tumor yang terus membesar membuat frekuensi dan intensitas nyeri yang
dirasakan bertambah hebat, dan tidak dapat lagi diatasi dengan terapi AINS. Pasien
mengalami gangguan tidur, nafsu makan, dan juga menjadi sangat rewel. Berdasarkan
rekomendasi WHO, maka terapi yang harus diberikan selanjutnya adalah golongan
opioid kuat. Pasien diberi morfin oral 2 mg, 3 kali sehari, tramadol supositoria, dan
natrium diklofenak gel. Keluhan nyeri teratasi dengan obat-obat tersebut. Tiga minggu
kemudian, pasien kembali mengalami nyeri hebat. Hal ini disebabkan karena ibu
tidak memberikan obat sesuai dengan jadwal yang dianjurkan, dengan alasan takut
terjadi ketergantungan pada morfin. Dalam hal ini, peran dokter untuk memberikan
informasi sejelas-jelasnya sangat penting, mencakup alasan pemberian morfin, dosis,
efek samping, dan kemungkinan toleransi. |
first_indexed | 2024-12-21T03:17:52Z |
format | Article |
id | doaj.art-0044a1266128440692cded328984227a |
institution | Directory Open Access Journal |
issn | 0854-7823 2338-5030 |
language | Indonesian |
last_indexed | 2024-12-21T03:17:52Z |
publishDate | 2016-12-01 |
publisher | Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia |
record_format | Article |
series | Sari Pediatri |
spelling | doaj.art-0044a1266128440692cded328984227a2022-12-21T19:17:47ZindBadan Penerbit Ikatan Dokter Anak IndonesiaSari Pediatri0854-78232338-50302016-12-0173153910.14238/sp7.3.2005.153-9797Penanganan Nyeri pada KeganasanDamayani Farastuti0Endang Windiastuti1PPDS Ilmu Kesehatan Anak FKUI.Divisi Hematologi-Onkologi. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUIRSCM.Kasus seorang anak dengan retinoblastoma residif mata kiri stadium IV yang tidak responsif dengan sitostatika. Dalam perjalanan penyakitnya, masa tumor makin membesar dan menimbulkan keluhan nyeri. Nyeri pada pasien ini dapat disebabkan oleh aktivitas nosiseptor akibat regangan dan destruksi tulang, dan nyeri neuropatik akibat penekanan pada saraf di sekitar tumor. Penanganan nyeri dimulai dengan pemberian preparat AINS (anti inflamasi non steroid) yaitu natrium diklofenak dan parasetamol namun tidak dapat mengatasi keluhan pasien. Pasien kemudian diberikan tramadol supositoria dan natrium diklofenak gel. Masa tumor yang terus membesar membuat frekuensi dan intensitas nyeri yang dirasakan bertambah hebat, dan tidak dapat lagi diatasi dengan terapi AINS. Pasien mengalami gangguan tidur, nafsu makan, dan juga menjadi sangat rewel. Berdasarkan rekomendasi WHO, maka terapi yang harus diberikan selanjutnya adalah golongan opioid kuat. Pasien diberi morfin oral 2 mg, 3 kali sehari, tramadol supositoria, dan natrium diklofenak gel. Keluhan nyeri teratasi dengan obat-obat tersebut. Tiga minggu kemudian, pasien kembali mengalami nyeri hebat. Hal ini disebabkan karena ibu tidak memberikan obat sesuai dengan jadwal yang dianjurkan, dengan alasan takut terjadi ketergantungan pada morfin. Dalam hal ini, peran dokter untuk memberikan informasi sejelas-jelasnya sangat penting, mencakup alasan pemberian morfin, dosis, efek samping, dan kemungkinan toleransi.https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/849nyerikanker, analgesikanti inflamasi, opioidpaliatif |
spellingShingle | Damayani Farastuti Endang Windiastuti Penanganan Nyeri pada Keganasan Sari Pediatri nyeri kanker, analgesik anti inflamasi, opioid paliatif |
title | Penanganan Nyeri pada Keganasan |
title_full | Penanganan Nyeri pada Keganasan |
title_fullStr | Penanganan Nyeri pada Keganasan |
title_full_unstemmed | Penanganan Nyeri pada Keganasan |
title_short | Penanganan Nyeri pada Keganasan |
title_sort | penanganan nyeri pada keganasan |
topic | nyeri kanker, analgesik anti inflamasi, opioid paliatif |
url | https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/849 |
work_keys_str_mv | AT damayanifarastuti penanganannyeripadakeganasan AT endangwindiastuti penanganannyeripadakeganasan |