The Ethics of Non-Therapeutic Male Circumcision Under Islamic Law

Abstract This qualitative research is a philosophical review about analyzing how circumcision can (cannot) be morally justified. It is typically assumed among Muslims that circumcision is mandatory according to Islamic law (Sharia). However, in this paper, I will argue that this is not clear in Is...

Full description

Bibliographic Details
Main Author: Hossein Dabbagh
Format: Article
Language:English
Published: Universitas Islam Negeri (UIN) 2017-12-01
Series:Tarbiya : Journal of Education in Muslim Society
Subjects:
Online Access:http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/tarbiya/article/view/6017
_version_ 1798044612321869824
author Hossein Dabbagh
author_facet Hossein Dabbagh
author_sort Hossein Dabbagh
collection DOAJ
description Abstract This qualitative research is a philosophical review about analyzing how circumcision can (cannot) be morally justified. It is typically assumed among Muslims that circumcision is mandatory according to Islamic law (Sharia). However, in this paper, I will argue that this is not clear in Islamic texts. Because firstly there is no textual evidence in the Quran about this matter and secondly permissibility of circumcision is not an agreed topic among Muslim scholars. This entails that circumcision is not a necessary part of being a Muslim. Although this idea seems idiosyncratic according to the majority of Muslims, I’m inclined to emphasize that we should not marginalize this idea, rather we have to support it for educational prosperity in Muslim communities. But perhaps more importantly this paper helps to introduce new Muslim intellectuals’ argument that moral reasoning is independent from (and even superior to) Islamic law. Since we do not have ultimate and decisive secular reason (e.g., medical reason) against male circumcision in every occasion, therefore, morally speaking, I believe it is not reasonable to say that male circumcision is always wrong. Muslims who support male circumcision still can find some secular reasons to defend this from their cultural identity. Abstrak Penelitian kualitatif ini merupakan tinjauan filosofis yang bertujuan menganalisis bagaimana sunat dapat atau tidak dapat dibenarkan secara moral. Ummat Muslim beranggapan bahwa hukum sunat adalah wajib menurut hukum Islam (Syariah). Akan tetapi, dalam tulisan ini, saya akan berargumen bahwa belum ada penjabaran yang pasti perihal asal hukum wajib pada sunat ini dalam Islam. Argumen ini memiliki dua alasan. Alasan pertama adalah tidak ada bukti tertulis dalam Al Qur'an tentang asal hukum wajib sunat ini dan alasan kedua adalah pembolehan sunat bukanlah topik yang disepakati di antara para cendikia Muslim. Atas dasar tersebut, keadaan yang mensyaratkan seseorang untuk sunat bukanlah hal yang wajib untuk menjadi seorang Muslim. Meskipun gagasan ini tampaknya idiosynkratik menurut mayoritas umat Muslim, saya menekankan bahwa kita tidak boleh menyisihkan gagasan ini, tetapi kita harus mendukungnya untuk kemakmuran pendidikan di komunitas Muslim. Kendati demikian mungkin yang lebih penting lagi bahwa tulisan ini membantu untuk memperkenalkan argumen intelektual Muslim yang baru bahwa penalaran moral adalah independen dari (dan bahkan lebih tinggi dari) hukum Islam. Karena kita tidak memiliki alasan kuat dan alasan sekuler (seperti alasan medis) terhadap sunat pada laki-laki didalam setiap keadaan. Kendati demikian, secara moral, saya percaya bahwa tidak beralasan untuk mengatakan bahwa sunat laki-laki itu selalu salah. Muslim yang mendukung sunat pada laki-laki masih dapat dilakukan dengan menemukan beberapa alasan sekuler untuk mempertahankan kegiatan sunat dari identitas budaya ummat muslim.   How to Cite : Dabbagh, H. (2017). The Ethics Of Non-Therapeutic Male Circumcision Under Islamic Law: A Lesson For Educational Prosperity In Muslim Communities  . TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society, 4(2), 216-223. doi:10.15408/tjems.v4i2.6017. Permalink/DOI: http://dx.doi.org/10.15408/tjems.v4i2.6017
first_indexed 2024-04-11T23:06:59Z
format Article
id doaj.art-052ddddc95b04055aa35c11be8462d7f
institution Directory Open Access Journal
issn 2356-1416
2442-9848
language English
last_indexed 2024-04-11T23:06:59Z
publishDate 2017-12-01
publisher Universitas Islam Negeri (UIN)
record_format Article
series Tarbiya : Journal of Education in Muslim Society
spelling doaj.art-052ddddc95b04055aa35c11be8462d7f2022-12-22T03:57:59ZengUniversitas Islam Negeri (UIN)Tarbiya : Journal of Education in Muslim Society2356-14162442-98482017-12-014221622310.15408/tjems.v4i2.60174380The Ethics of Non-Therapeutic Male Circumcision Under Islamic LawHossein Dabbagh0Doha Institute for Graduate StudiesAbstract This qualitative research is a philosophical review about analyzing how circumcision can (cannot) be morally justified. It is typically assumed among Muslims that circumcision is mandatory according to Islamic law (Sharia). However, in this paper, I will argue that this is not clear in Islamic texts. Because firstly there is no textual evidence in the Quran about this matter and secondly permissibility of circumcision is not an agreed topic among Muslim scholars. This entails that circumcision is not a necessary part of being a Muslim. Although this idea seems idiosyncratic according to the majority of Muslims, I’m inclined to emphasize that we should not marginalize this idea, rather we have to support it for educational prosperity in Muslim communities. But perhaps more importantly this paper helps to introduce new Muslim intellectuals’ argument that moral reasoning is independent from (and even superior to) Islamic law. Since we do not have ultimate and decisive secular reason (e.g., medical reason) against male circumcision in every occasion, therefore, morally speaking, I believe it is not reasonable to say that male circumcision is always wrong. Muslims who support male circumcision still can find some secular reasons to defend this from their cultural identity. Abstrak Penelitian kualitatif ini merupakan tinjauan filosofis yang bertujuan menganalisis bagaimana sunat dapat atau tidak dapat dibenarkan secara moral. Ummat Muslim beranggapan bahwa hukum sunat adalah wajib menurut hukum Islam (Syariah). Akan tetapi, dalam tulisan ini, saya akan berargumen bahwa belum ada penjabaran yang pasti perihal asal hukum wajib pada sunat ini dalam Islam. Argumen ini memiliki dua alasan. Alasan pertama adalah tidak ada bukti tertulis dalam Al Qur'an tentang asal hukum wajib sunat ini dan alasan kedua adalah pembolehan sunat bukanlah topik yang disepakati di antara para cendikia Muslim. Atas dasar tersebut, keadaan yang mensyaratkan seseorang untuk sunat bukanlah hal yang wajib untuk menjadi seorang Muslim. Meskipun gagasan ini tampaknya idiosynkratik menurut mayoritas umat Muslim, saya menekankan bahwa kita tidak boleh menyisihkan gagasan ini, tetapi kita harus mendukungnya untuk kemakmuran pendidikan di komunitas Muslim. Kendati demikian mungkin yang lebih penting lagi bahwa tulisan ini membantu untuk memperkenalkan argumen intelektual Muslim yang baru bahwa penalaran moral adalah independen dari (dan bahkan lebih tinggi dari) hukum Islam. Karena kita tidak memiliki alasan kuat dan alasan sekuler (seperti alasan medis) terhadap sunat pada laki-laki didalam setiap keadaan. Kendati demikian, secara moral, saya percaya bahwa tidak beralasan untuk mengatakan bahwa sunat laki-laki itu selalu salah. Muslim yang mendukung sunat pada laki-laki masih dapat dilakukan dengan menemukan beberapa alasan sekuler untuk mempertahankan kegiatan sunat dari identitas budaya ummat muslim.   How to Cite : Dabbagh, H. (2017). The Ethics Of Non-Therapeutic Male Circumcision Under Islamic Law: A Lesson For Educational Prosperity In Muslim Communities  . TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society, 4(2), 216-223. doi:10.15408/tjems.v4i2.6017. Permalink/DOI: http://dx.doi.org/10.15408/tjems.v4i2.6017http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/tarbiya/article/view/6017male circumcisionislamic sharia lawmoral reasonmedical reasoneducational prosperitykhitan laki-lakihukum syariah islamalasan moralalasan mediskemakmuran pendidikan
spellingShingle Hossein Dabbagh
The Ethics of Non-Therapeutic Male Circumcision Under Islamic Law
Tarbiya : Journal of Education in Muslim Society
male circumcision
islamic sharia law
moral reason
medical reason
educational prosperity
khitan laki-laki
hukum syariah islam
alasan moral
alasan medis
kemakmuran pendidikan
title The Ethics of Non-Therapeutic Male Circumcision Under Islamic Law
title_full The Ethics of Non-Therapeutic Male Circumcision Under Islamic Law
title_fullStr The Ethics of Non-Therapeutic Male Circumcision Under Islamic Law
title_full_unstemmed The Ethics of Non-Therapeutic Male Circumcision Under Islamic Law
title_short The Ethics of Non-Therapeutic Male Circumcision Under Islamic Law
title_sort ethics of non therapeutic male circumcision under islamic law
topic male circumcision
islamic sharia law
moral reason
medical reason
educational prosperity
khitan laki-laki
hukum syariah islam
alasan moral
alasan medis
kemakmuran pendidikan
url http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/tarbiya/article/view/6017
work_keys_str_mv AT hosseindabbagh theethicsofnontherapeuticmalecircumcisionunderislamiclaw
AT hosseindabbagh ethicsofnontherapeuticmalecircumcisionunderislamiclaw