BAI’ ‘ĪNAH DALAM KONSTRUKSI PEMIKIRAN SYĀFI’Ī

Abstract: This study aims at analysing further and deeper on the concept of baiinah in Syafii thought construction. There were two research questions to be answered in this study: (1) whether or not Syafii allows the existence of hilah in trading; and (2) whether there are different concepts in whic...

Full description

Bibliographic Details
Main Author: Agus Fakhrina
Format: Article
Language:English
Published: Sharia Faculty, Universitas Islam Negeri KH. Abdurrahamn Wahid Pekalongan 2015-12-01
Series:Jurnal Hukum Islam
Subjects:
Online Access:http://e-journal.iainpekalongan.ac.id/index.php/jhi/article/view/493
Description
Summary:Abstract: This study aims at analysing further and deeper on the concept of baiinah in Syafii thought construction. There were two research questions to be answered in this study: (1) whether or not Syafii allows the existence of hilah in trading; and (2) whether there are different concepts in which bai nah in hilah is allowed. To answer these questions, hermeneutikadilthey approach was employed in this research. Within this approach, the external and historical factors of a figure's historical life were taken into account. The result of the study indicated that there has been a misconception of how Syafii allowed baiinah. He actually allows the practice of qiyas and was against ulama who did not allow bai nah. The bai nah concept which was allowed by Syafii was not the trading in which contains dual trading intents; rather it was two trading which stand by themselves and did not relate with each other; thus avoiding misunderstanding within the trading process. Abstrak: Penelitian ini dimaksudkan untuk menelusuri secara mendalam bagaimana sebenarnya bai’ ‘īnah dalam konstruksi pemikiran syāfi’ī. apakah benar Syāfi’ī membolehkan satu bentuk jual beli yang di dalamnya ada unsur rekayasa (hīlah)? Atau sebenarnya Syāfi’ī ketika berbicara tentang bai’ ‘īnah dalam konteks yang berbeda dari apa yang dipahami oleh banyak pihak yang memandang Syāfi’ī membolehkan bai’ ‘īnah dalam konteks hīlah? Untuk menjawab masalah tersebut, penelitian menggunakan pendekatan Hermeneutika Dilthey yang berpijak pada asumsi bahwa manusia adalah makhluk historis sehingga eksistensinya sangat bergantung pada faktor sejarah atau faktor eksternal. Dalam pandangan hermenutika ini, kehidupan seseorang dapat dipandang sebagai internalisasi sistem sosial dan sistem sosial lahir sebagai perwujudan individu-individu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pandangan Syāfi’ī yang dicatat oleh banyak pihak membolehkan bai’ ‘īnah dilatarbelakangi oleh kontruksi pemikirannya tentang hukum Islam, dimana konstruksi pemikiran hukum Islamnya dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan dan perkembangan pemikirannya pada masanya. Dalam hal ini, Syāfi’ī lebih memenangkan qiyas dan menolak atsar sahabat yang dipegang oleh para pihak yang tidak membolehkan bai’ ‘īnah. Namun demikian, bai’ ‘īnah yang diperbolehkan oleh Syāfi’ī bukanlah bai’ ‘īnah, dimana satu akad jual beli mengandung dua akad jual beli, sebagaimana dipahami oleh banyak pihak selama ini. Bai’ ‘īnah yang dimaksudkan oleh Syāfi’ī sebagai jual beli yang diperbolehkan adalah dua akad jual beli yang masing-masing berdiri sendiri, dimana antara keduanya tidak terkait satu sama lain, sehingga tidak ada unsur rekayasa di dalamnya.
ISSN:1829-7382
2502-7719