Epistemology And The Problem Of Cultural Hybridity In Muhammad Iqbal’s Thought

Abstract : The hegemony of rational-positivistic paradigm of modern Western epistemology contributes greatly to  the  development  of  modern  thought.  The  paradigm,  so  far,  brings  knowledge  and  science  into mere instrumental goals. Scientism is the result of the paradigm which lost of its...

Full description

Bibliographic Details
Main Author: Hawasi Hawasi
Format: Article
Language:English
Published: Sekolah Tinggi Agama Islam Sadra 2015-12-01
Series:Kanz Philosophia: A Journal for Islamic Philosophy and Mysticism
Subjects:
Online Access:http://journal.sadra.ac.id/index.php/kanzphilosophia/article/view/137
Description
Summary:Abstract : The hegemony of rational-positivistic paradigm of modern Western epistemology contributes greatly to  the  development  of  modern  thought.  The  paradigm,  so  far,  brings  knowledge  and  science  into mere instrumental goals. Scientism is the result of the paradigm which lost of its sacred as science. Therefore,  it  gets  philosophical  attack  from  both  Western  postmodern  thinkers  and  indigenous scholars who already experienced Western colonialism and imperialism. One of the Moslem scholars who criticized the hegemony of Western thought to Islamic culture and civilization is Muhammad Iqbal. For Iqbal, for centuries, Muslim thinkers were unable to see Islam from Quran point of view because they perceive it from the eye of rational-speculative Greek philosophy. Islamic thinking had been under its hegemony for so long that need to be deconstructed. In the postcolonial perspective, Iqbal’s  attempt  to  decolonize  Western  rational-speculative  epistemology  from  Plato  to  Descartes found  him  in  ambivalence.  British  colonialism  experienced  by  Iqbal  in  India  formed  the  hybrid culture in his project of reconstructing Islamic thought in relation to Western thought. Therefore, Iqbal’s  attempt  to  bridge  the  gap  between  rational-speculative  of  Western  thought  and  mystic- religious tendencies of Islamic thought is a process of seeking “the Third Space” through mimicry as consequence of cultural interaction between the colonizer and the colonized. Kata-kata Kunci: decolonization of epistemology, hybrid culture, Islamic epistemology, the Third Space.   Abstrak : Hegemoni  paradigma  epistemologi  Barat  modern  yang  rasional  positivistik  berkontribusi  besar terhadap perkembangan pemikiran modern. Paradigma tersebut sejauh ini, menggiring pengetahuan dan sains pada tujuan-tujuan yang bersifat instrumental. Saintisisme merupakan hasil dari paradigma positivistik  tersebut  yang  kehilangan  kesakralannya  sebagai  ilmu.  Oleh  karena  itu  paradigma  ini mendapatkan  serangan  filosofis  tidak  hanya  dari  pemikir  Barat  pascamodernisme  namun  juga  dari pemikir  pribumi  yang  pernah  mengalami  penjajahan  dan  imperialisme  Barat.  Salah  satu  pemikir Muslim yang mengritik hegemoni pemikiran Barat terhadap kebudayaan dan peradaban Islam adalah Muhammad Iqbal. Bagi Iqbal, selama beberapa abad lamanya pemikir Muslim tidak mampu berfikir secara  Qurani  akibat  cara  pandang  mereka  yang  melihat  Islam  dari  kacamata  filsafat  Yunani  yang cenderung hanya bersifat rasional-spekulatif. Pemikiran Yunani telah menghegemoni pemikiran Islam begitu  lama  sehingga  perlu  didekonstruksi.  Dalam  perspektif  pasca  kolonial  (postcolonial),  usaha Iqbal  untuk  mendekolonisasi  epistemologi  rasional-spekulatif  Barat  sejak  Plato  hingga  Descartes, menghadapi sikap yang ambivalen. Pengalaman penjajahan Inggris di India yang pernah dialami Iqbal membentuk kultur hibrida dalam proyeknya merekonstruksi pemikiran Islam dalam kaitannya dengan pemikiran Barat. Dengan demikian, Iqbal mencoba menjembatani jurang antara pemikiran rasional- spekulatif Barat dengan kecenderungan mistik-religius pemikiran Islam sebagai upaya mencari “Ruang Ketiga” melalui mimikri sebagai konsekuensi dari interaksi budaya antara penjajah dan terjajah. Kata-Kata Kunci: dekolonisasi epistemologi, budaya hibrida, epistemologi Islam, Ruang Ketiga.
ISSN:2442-5451
2407-1056