Anemia pada Sindrom Nefrotik Anak: Patogenesis dan Tata Laksana

Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal yang sering  pada anak, ditandai dengan  proteinuria masif, hipo­albuminemia, edema, dan hiperkolesterolemia. Sindrom nefrotik dapat menyebabkan komplikasi hipovolemia, renjatan, gangguan ginjal akut, infeksi, tromboembolisme, gangguan elektrolit, gangguan...

Full description

Bibliographic Details
Main Author: Sudung O. Pardede
Format: Article
Language:Indonesian
Published: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia 2020-06-01
Series:Sari Pediatri
Subjects:
Online Access:https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1791
_version_ 1818042081897086976
author Sudung O. Pardede
author_facet Sudung O. Pardede
author_sort Sudung O. Pardede
collection DOAJ
description Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal yang sering  pada anak, ditandai dengan  proteinuria masif, hipo­albuminemia, edema, dan hiperkolesterolemia. Sindrom nefrotik dapat menyebabkan komplikasi hipovolemia, renjatan, gangguan ginjal akut, infeksi, tromboembolisme, gangguan elektrolit, gangguan endokrin, dan anemia. Komplikasi ini disebabkan hilangnya protein melalui urin, seperti albumin, faktor koagulasi, imunoglobulin, hormone-binding protein, transferin, dan eritropoietin. Anemia pada sindrom nefrotik dapat disebabkan perubahan homeostasis besi dan transferin, pengeluaran eritropoietin melalui urin, defisiensi vitamin B12, serta peran obat dan logam. Ekskresi besi dan transferin melalui urin menyebabkan kadar transferin  plasma menurun yang mengakibatkan penurunan kadar besi plasma dan anemia mikrositik hipokrom. Kehilangan erItropoietin melalui urin menyebabkan anemia defisiensi eritropoietin. Kehilangan transkobalamin dan vitamin B12 melalui urin menurunkan kadar vitamin B12 plasma. Kehilangan seruloplasmin melalui urin dapat menyebabkan defisiensi tembaga yang mengakibatkan anemia. Obat angiotensin converting enzyme inhibitors (ACEIs) dapat menyebabkan anemia dengan mekanisme inhibisi eritropoiesis dengan menurunkan kadar eritropoietin sirkulasi. Keberhasilan terapi anemia pada sinrom nefrotik bergantung pada penyebab anemia. Anemia defisiensi besi diterapi dengan suplementasi besi. Pemberian eritropoietin rekombinan efektif dan aman dalam tata laksana anemia pada sindrom nefrotik. Defisiensi vitamin B12 diterapi dengan vitamin B12 dan anemia defisiensi tembaga diterapi dengan suplementasi tembaga glukonat.
first_indexed 2024-12-10T08:40:39Z
format Article
id doaj.art-663b16867f8c476bbc03c26e7aca1c76
institution Directory Open Access Journal
issn 0854-7823
2338-5030
language Indonesian
last_indexed 2024-12-10T08:40:39Z
publishDate 2020-06-01
publisher Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
record_format Article
series Sari Pediatri
spelling doaj.art-663b16867f8c476bbc03c26e7aca1c762022-12-22T01:55:52ZindBadan Penerbit Ikatan Dokter Anak IndonesiaSari Pediatri0854-78232338-50302020-06-01221576410.14238/sp22.1.2020.57-641256Anemia pada Sindrom Nefrotik Anak: Patogenesis dan Tata LaksanaSudung O. Pardede0Universitas Indonesia, JakartaSindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal yang sering  pada anak, ditandai dengan  proteinuria masif, hipo­albuminemia, edema, dan hiperkolesterolemia. Sindrom nefrotik dapat menyebabkan komplikasi hipovolemia, renjatan, gangguan ginjal akut, infeksi, tromboembolisme, gangguan elektrolit, gangguan endokrin, dan anemia. Komplikasi ini disebabkan hilangnya protein melalui urin, seperti albumin, faktor koagulasi, imunoglobulin, hormone-binding protein, transferin, dan eritropoietin. Anemia pada sindrom nefrotik dapat disebabkan perubahan homeostasis besi dan transferin, pengeluaran eritropoietin melalui urin, defisiensi vitamin B12, serta peran obat dan logam. Ekskresi besi dan transferin melalui urin menyebabkan kadar transferin  plasma menurun yang mengakibatkan penurunan kadar besi plasma dan anemia mikrositik hipokrom. Kehilangan erItropoietin melalui urin menyebabkan anemia defisiensi eritropoietin. Kehilangan transkobalamin dan vitamin B12 melalui urin menurunkan kadar vitamin B12 plasma. Kehilangan seruloplasmin melalui urin dapat menyebabkan defisiensi tembaga yang mengakibatkan anemia. Obat angiotensin converting enzyme inhibitors (ACEIs) dapat menyebabkan anemia dengan mekanisme inhibisi eritropoiesis dengan menurunkan kadar eritropoietin sirkulasi. Keberhasilan terapi anemia pada sinrom nefrotik bergantung pada penyebab anemia. Anemia defisiensi besi diterapi dengan suplementasi besi. Pemberian eritropoietin rekombinan efektif dan aman dalam tata laksana anemia pada sindrom nefrotik. Defisiensi vitamin B12 diterapi dengan vitamin B12 dan anemia defisiensi tembaga diterapi dengan suplementasi tembaga glukonat.https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1791anemia defisiensieritropoietinferritinsindrom nefrotik
spellingShingle Sudung O. Pardede
Anemia pada Sindrom Nefrotik Anak: Patogenesis dan Tata Laksana
Sari Pediatri
anemia defisiensi
eritropoietin
ferritin
sindrom nefrotik
title Anemia pada Sindrom Nefrotik Anak: Patogenesis dan Tata Laksana
title_full Anemia pada Sindrom Nefrotik Anak: Patogenesis dan Tata Laksana
title_fullStr Anemia pada Sindrom Nefrotik Anak: Patogenesis dan Tata Laksana
title_full_unstemmed Anemia pada Sindrom Nefrotik Anak: Patogenesis dan Tata Laksana
title_short Anemia pada Sindrom Nefrotik Anak: Patogenesis dan Tata Laksana
title_sort anemia pada sindrom nefrotik anak patogenesis dan tata laksana
topic anemia defisiensi
eritropoietin
ferritin
sindrom nefrotik
url https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1791
work_keys_str_mv AT sudungopardede anemiapadasindromnefrotikanakpatogenesisdantatalaksana