Resistensi Penobatan Putri Mahkota untuk Kesultanan Yogyakarta

Sultanate of Yogyakarta, which became one of the special region is undergoing tumultuous internal politics of the ruling. because the king did not have sons as successor to power. King the title of Sultan HB X has five children, all of whom are women. As is known to the heir to the throne outlined i...

Full description

Bibliographic Details
Main Author: Ulya Fuhaidah
Format: Article
Language:Arabic
Published: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2015-10-01
Series:Esensia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin
Subjects:
Online Access:http://ejournal.uin-suka.ac.id/ushuluddin/esensia/article/view/995
_version_ 1797984410952269824
author Ulya Fuhaidah
author_facet Ulya Fuhaidah
author_sort Ulya Fuhaidah
collection DOAJ
description Sultanate of Yogyakarta, which became one of the special region is undergoing tumultuous internal politics of the ruling. because the king did not have sons as successor to power. King the title of Sultan HB X has five children, all of whom are women. As is known to the heir to the throne outlined in Yogyakarta sultanate was never headed by a queen. Since the establishment of this sultanate until now only ruled by the king, which means a man. So when the Sultan HB X announced his throne heir who falls on his eldest daughter, an immediate reaction resistance even internally and externally. To that end, this article would like to examine some aspects of the Sultanate of Yogyakarta and resistance of women’s political leadership in the empire by using an Islamic perspective. [Kesultanan Yogyakarta, menjadi salah satu kawasan khusus dalam keputusan aturan politik internal kesultanan Kraton. Karena raja tidak memiliki anak laki-laki sebagai penerus kekuasaan. Raja Sultan HB X memiliki lima anak, semuanya adalah perempuan. sebagaimana dipahami bersama bahwa Pewaris Tahta di Kasultanan Yogyakarta tidak pernah dipimpin oleh seorang ratu. Mulai sejak berdirinya kesultanan ini sampai sekarang hanya diperintah oleh raja, yakni seorang pria. Jadi, ketika Sultan HB X mengumumkan pewaris tahtanya yang jatuh pada putri sulungnya, maka terjadi resistansi bahkan secara internal dan eksternal .Atas dasar itulah, artikel ini ingin menganalisis beberapa aspek dari Kesultanan Yogyakarta dan ketahanan kepemimpinan politik perempuan di kerajaan dengan menggunakan perspektif Islam.]
first_indexed 2024-04-11T07:01:08Z
format Article
id doaj.art-68bda8f71b1b4783a79ad88466cf0498
institution Directory Open Access Journal
issn 1411-3775
2548-4729
language Arabic
last_indexed 2024-04-11T07:01:08Z
publishDate 2015-10-01
publisher UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
record_format Article
series Esensia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin
spelling doaj.art-68bda8f71b1b4783a79ad88466cf04982022-12-22T04:38:39ZaraUIN Sunan Kalijaga YogyakartaEsensia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin1411-37752548-47292015-10-0116210.14421/esensia.v16i2.995912Resistensi Penobatan Putri Mahkota untuk Kesultanan YogyakartaUlya Fuhaidah0IAIN Sulthan Thaha Saifuddin JambiSultanate of Yogyakarta, which became one of the special region is undergoing tumultuous internal politics of the ruling. because the king did not have sons as successor to power. King the title of Sultan HB X has five children, all of whom are women. As is known to the heir to the throne outlined in Yogyakarta sultanate was never headed by a queen. Since the establishment of this sultanate until now only ruled by the king, which means a man. So when the Sultan HB X announced his throne heir who falls on his eldest daughter, an immediate reaction resistance even internally and externally. To that end, this article would like to examine some aspects of the Sultanate of Yogyakarta and resistance of women’s political leadership in the empire by using an Islamic perspective. [Kesultanan Yogyakarta, menjadi salah satu kawasan khusus dalam keputusan aturan politik internal kesultanan Kraton. Karena raja tidak memiliki anak laki-laki sebagai penerus kekuasaan. Raja Sultan HB X memiliki lima anak, semuanya adalah perempuan. sebagaimana dipahami bersama bahwa Pewaris Tahta di Kasultanan Yogyakarta tidak pernah dipimpin oleh seorang ratu. Mulai sejak berdirinya kesultanan ini sampai sekarang hanya diperintah oleh raja, yakni seorang pria. Jadi, ketika Sultan HB X mengumumkan pewaris tahtanya yang jatuh pada putri sulungnya, maka terjadi resistansi bahkan secara internal dan eksternal .Atas dasar itulah, artikel ini ingin menganalisis beberapa aspek dari Kesultanan Yogyakarta dan ketahanan kepemimpinan politik perempuan di kerajaan dengan menggunakan perspektif Islam.]http://ejournal.uin-suka.ac.id/ushuluddin/esensia/article/view/995Kesultanan Yogyakartaresistansikepemimpinan politik perempuan
spellingShingle Ulya Fuhaidah
Resistensi Penobatan Putri Mahkota untuk Kesultanan Yogyakarta
Esensia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin
Kesultanan Yogyakarta
resistansi
kepemimpinan politik perempuan
title Resistensi Penobatan Putri Mahkota untuk Kesultanan Yogyakarta
title_full Resistensi Penobatan Putri Mahkota untuk Kesultanan Yogyakarta
title_fullStr Resistensi Penobatan Putri Mahkota untuk Kesultanan Yogyakarta
title_full_unstemmed Resistensi Penobatan Putri Mahkota untuk Kesultanan Yogyakarta
title_short Resistensi Penobatan Putri Mahkota untuk Kesultanan Yogyakarta
title_sort resistensi penobatan putri mahkota untuk kesultanan yogyakarta
topic Kesultanan Yogyakarta
resistansi
kepemimpinan politik perempuan
url http://ejournal.uin-suka.ac.id/ushuluddin/esensia/article/view/995
work_keys_str_mv AT ulyafuhaidah resistensipenobatanputrimahkotauntukkesultananyogyakarta