Iḥyā’ al-Mawāt dalam Kerangka Hukum Pertanahan di Indonesia

This paper gives a new conception of iḥyā’ al-mawāt. Iḥyā’ al-mawāt is an effort to revive, manage, and cultivate the land that has not been touched by human before, or has been managed but abandoned in a long time. Islam recommends that humans prosper the land (earth) mandated by God. In the classi...

Full description

Bibliographic Details
Main Author: Ahmad Munif
Format: Article
Language:Arabic
Published: Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang 2018-10-01
Series:Al-Ahkam
Subjects:
Online Access:http://journal.walisongo.ac.id/index.php/ahkam/article/view/2347
_version_ 1797283170472689664
author Ahmad Munif
author_facet Ahmad Munif
author_sort Ahmad Munif
collection DOAJ
description This paper gives a new conception of iḥyā’ al-mawāt. Iḥyā’ al-mawāt is an effort to revive, manage, and cultivate the land that has not been touched by human before, or has been managed but abandoned in a long time. Islam recommends that humans prosper the land (earth) mandated by God. In the classical fiqh study, iḥyā’ al-mawāt has implications for the acquisition of property rights on the land which is sought iḥyā’ al-mawāt and applies to all types of land. The fact is different from the provisions in the land law that applies in Indonesia. In Indonesia, every inch of land that is not in the name of private and customary rights, the land is a state land. So there is no land without a name. Although there are several types of state land that can be attempted to be managed by government permission. By doing descriptive analysis and comparison to the concept of iḥyā’ al-mawāt and land law in Indonesia, obtained two main conclusions. First, the land of al-mawāt in the framework of land law in Indonesia includes abandoned land, arising land, and reclaimed land. Against these three types of land, may be made iḥyā’ al-mawāt effort by permission of the government. Second, the implications of iḥyā’ al-mawāt in the framework of land law in Indonesia only on the right of utilization and management (ḥaq al-intifā'), not to the acquisition of ownership (al-tamlīk). [] Tulisan ini memberikan konsepsi baru atas iḥyā’ al-mawāt. Iḥyā’ al-mawāt merupakan upaya menghidupkan, mengelola, dan mengolah tanah yang tidak terjamah oleh manusia sebelumnya, atau pernah dikelola namun ditelantarkan dalam kurun waktu yang lama. Islam menganjurkan agar manusia memakmurkan tanah (bumi) yang diamanahkan oleh Tuhan. Dalam kajian fiqh klasik, iḥyā’ al-mawāt berimplikasi kepada pemerolehan hak milik atas tanah yang diupayakan iḥyā’ al-mawāt dan berlaku bagi segala jenis tanah. Kenyataan tersebut berbeda dengan ketentuan dalam hukum pertanahan yang berlaku di Indonesia. Di Indonesia, tiap jengkal tanah yang bukan atas nama pribadi dan hak ulayat, tanah tersebut merupakan tanah negara. Sehingga tidak ada tanah yang tanpa atas nama. Meskipun terdapat beberapa jenis tanah negara yang boleh dikelola atas seijin pemerintah. Dengan analisis deskriptif dan perbandingan terhadap konsep iḥyā’ al-mawāt dan hukum pertanahan di Indonesia, diperoleh dua kesimpulan utama. Pertama, tanah al-mawāt dalam kerangka hukum pertanahan di Indonesia meliputi tanah terlantar, tanah timbul, dan tanah reklamasi. Terhadap ketiga jenis tanah tersebut, boleh dilakukan upaya iḥyā’ al-mawāt atas seizin pemerintah. Kedua, implikasi iḥyā’ al-mawāt dalam kerangka hukum pertanahan di Indonesia hanya pada hak pemanfaatan dan pengelolaan (ḥaq al-intifā'), tidak sampai kepada pemerolehan kepemilikan (al-tamlīk).
first_indexed 2024-03-07T17:26:18Z
format Article
id doaj.art-76c39049ffce42ccaa69e2f61004bf43
institution Directory Open Access Journal
issn 0854-4603
2502-3209
language Arabic
last_indexed 2024-03-07T17:26:18Z
publishDate 2018-10-01
publisher Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
record_format Article
series Al-Ahkam
spelling doaj.art-76c39049ffce42ccaa69e2f61004bf432024-03-02T18:54:52ZaraUniversitas Islam Negeri Walisongo SemarangAl-Ahkam0854-46032502-32092018-10-01181739610.21580/ahkam.2018.18.1.23471701Iḥyā’ al-Mawāt dalam Kerangka Hukum Pertanahan di IndonesiaAhmad Munif0Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Walisongo SemarangThis paper gives a new conception of iḥyā’ al-mawāt. Iḥyā’ al-mawāt is an effort to revive, manage, and cultivate the land that has not been touched by human before, or has been managed but abandoned in a long time. Islam recommends that humans prosper the land (earth) mandated by God. In the classical fiqh study, iḥyā’ al-mawāt has implications for the acquisition of property rights on the land which is sought iḥyā’ al-mawāt and applies to all types of land. The fact is different from the provisions in the land law that applies in Indonesia. In Indonesia, every inch of land that is not in the name of private and customary rights, the land is a state land. So there is no land without a name. Although there are several types of state land that can be attempted to be managed by government permission. By doing descriptive analysis and comparison to the concept of iḥyā’ al-mawāt and land law in Indonesia, obtained two main conclusions. First, the land of al-mawāt in the framework of land law in Indonesia includes abandoned land, arising land, and reclaimed land. Against these three types of land, may be made iḥyā’ al-mawāt effort by permission of the government. Second, the implications of iḥyā’ al-mawāt in the framework of land law in Indonesia only on the right of utilization and management (ḥaq al-intifā'), not to the acquisition of ownership (al-tamlīk). [] Tulisan ini memberikan konsepsi baru atas iḥyā’ al-mawāt. Iḥyā’ al-mawāt merupakan upaya menghidupkan, mengelola, dan mengolah tanah yang tidak terjamah oleh manusia sebelumnya, atau pernah dikelola namun ditelantarkan dalam kurun waktu yang lama. Islam menganjurkan agar manusia memakmurkan tanah (bumi) yang diamanahkan oleh Tuhan. Dalam kajian fiqh klasik, iḥyā’ al-mawāt berimplikasi kepada pemerolehan hak milik atas tanah yang diupayakan iḥyā’ al-mawāt dan berlaku bagi segala jenis tanah. Kenyataan tersebut berbeda dengan ketentuan dalam hukum pertanahan yang berlaku di Indonesia. Di Indonesia, tiap jengkal tanah yang bukan atas nama pribadi dan hak ulayat, tanah tersebut merupakan tanah negara. Sehingga tidak ada tanah yang tanpa atas nama. Meskipun terdapat beberapa jenis tanah negara yang boleh dikelola atas seijin pemerintah. Dengan analisis deskriptif dan perbandingan terhadap konsep iḥyā’ al-mawāt dan hukum pertanahan di Indonesia, diperoleh dua kesimpulan utama. Pertama, tanah al-mawāt dalam kerangka hukum pertanahan di Indonesia meliputi tanah terlantar, tanah timbul, dan tanah reklamasi. Terhadap ketiga jenis tanah tersebut, boleh dilakukan upaya iḥyā’ al-mawāt atas seizin pemerintah. Kedua, implikasi iḥyā’ al-mawāt dalam kerangka hukum pertanahan di Indonesia hanya pada hak pemanfaatan dan pengelolaan (ḥaq al-intifā'), tidak sampai kepada pemerolehan kepemilikan (al-tamlīk).http://journal.walisongo.ac.id/index.php/ahkam/article/view/2347iḥyā’ al-mawāttanahhukum pertanahan
spellingShingle Ahmad Munif
Iḥyā’ al-Mawāt dalam Kerangka Hukum Pertanahan di Indonesia
Al-Ahkam
iḥyā’ al-mawāt
tanah
hukum pertanahan
title Iḥyā’ al-Mawāt dalam Kerangka Hukum Pertanahan di Indonesia
title_full Iḥyā’ al-Mawāt dalam Kerangka Hukum Pertanahan di Indonesia
title_fullStr Iḥyā’ al-Mawāt dalam Kerangka Hukum Pertanahan di Indonesia
title_full_unstemmed Iḥyā’ al-Mawāt dalam Kerangka Hukum Pertanahan di Indonesia
title_short Iḥyā’ al-Mawāt dalam Kerangka Hukum Pertanahan di Indonesia
title_sort ihya al mawat dalam kerangka hukum pertanahan di indonesia
topic iḥyā’ al-mawāt
tanah
hukum pertanahan
url http://journal.walisongo.ac.id/index.php/ahkam/article/view/2347
work_keys_str_mv AT ahmadmunif ihyaalmawatdalamkerangkahukumpertanahandiindonesia