AKTIVISME GERAKAN KEAGAMAAN DALAM KONTEKS KEBUDAYAAN : Antara Penegakan Syariat dan Anomali

This academic work discusses about an activism of the religious movement recently emerging as a response against Liberal Islam in Indonesia. The rise of such  movement is interesting to be studied in order to search a deeper understanding on the relationship between expression of religious piety and...

Full description

Bibliographic Details
Main Authors: Fuat Edi Kurniawan, Defbry Margiansyah
Format: Article
Language:English
Published: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga 2019-10-01
Series:Jurnal Sosiologi Reflektif
Subjects:
Online Access:http://ejournal.uin-suka.ac.id/isoshum/sosiologireflektif/article/view/1605
_version_ 1818944970864721920
author Fuat Edi Kurniawan
Defbry Margiansyah
author_facet Fuat Edi Kurniawan
Defbry Margiansyah
author_sort Fuat Edi Kurniawan
collection DOAJ
description This academic work discusses about an activism of the religious movement recently emerging as a response against Liberal Islam in Indonesia. The rise of such  movement is interesting to be studied in order to search a deeper understanding on the relationship between expression of religious piety and culture in the context of Indonesia. This article focuses on the case of the enforcement to shut down a transgender Islamic school (Pesantren Waria) and the rejection of Easter celebration conducted by Religious forum in Yogyakarta. The analysis of the article’s identified problems are explained into three forms of conclusion; First, the phenomenon of religious movement activism is understood as a counter culture through which they set a standard of conduct derived from their own conception of truth. Second, there is construction of collective religious identity integrated with ethnic identity. Third, such religious identity construct is increasingly established as moral legitimacy in existing social order. As consequence, the movement perceives that the society no longer needs a set of values derived from external circumstances such as egalitarianism, humanity, gender justice, and others. Artikel ini membahas aktivisme gerakan keagamaan kontemporer yang akhir-akhir ini muncul sebagai respon balik terhadap Islam liberal di Indonesia. Kemunculan gerakan keagamaan ini menarik untuk dikaji sebagai pemahaman mengenai hubungan ekspresi kesalehan umat beragama dan konteks kebudayaan di Indonesia. Dalam artikel ini mengambil kasus di Yogyakarta yang dilakukan oleh forum keagamaan yang melakukan penutupan paksa pesantren waria dan penolakan acara paskah. Ketidaksesuaian produk kebudayaan dengan nilai-nilai agama dominan (Islam) menjadi alasan utama gerakan keagamaan yang cenderung radikal ini untuk melakukan tindakan-tindakan penolakan. Artikel ini mengidentifikasi setidaknya kedalam tiga kesimpulan; Pertama, fenomena aktivisme gerakan keagamaan dipahami sebagai deviant subculture, mereka menentukan standar berperilaku yang diyakini mereka sebagai kebenaran. Kedua, terbentuknya identitas kolektif keagamaan yang terintegrasi dengan identitas etnik. Ketiga, semakin kuatnya legitimasi moral dalam tatanan sosial. Mereka merasa tidak memerlukan lagi perangkat nilai lain yang datang dari luar, seperti nilai egaliter, kemanusiaan, dan keadilan.
first_indexed 2024-12-20T07:51:41Z
format Article
id doaj.art-7962962af29241578b8697bebf42026f
institution Directory Open Access Journal
issn 1978-0362
2528-4177
language English
last_indexed 2024-12-20T07:51:41Z
publishDate 2019-10-01
publisher Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
record_format Article
series Jurnal Sosiologi Reflektif
spelling doaj.art-7962962af29241578b8697bebf42026f2022-12-21T19:47:49ZengUniversitas Islam Negeri Sunan KalijagaJurnal Sosiologi Reflektif1978-03622528-41772019-10-01141415810.14421/jsr.v14i1.16051471AKTIVISME GERAKAN KEAGAMAAN DALAM KONTEKS KEBUDAYAAN : Antara Penegakan Syariat dan AnomaliFuat Edi Kurniawan0Defbry Margiansyah1Indonesian Institute of Sciences (LIPI)Indonesian Institute of Sciences (LIPI)This academic work discusses about an activism of the religious movement recently emerging as a response against Liberal Islam in Indonesia. The rise of such  movement is interesting to be studied in order to search a deeper understanding on the relationship between expression of religious piety and culture in the context of Indonesia. This article focuses on the case of the enforcement to shut down a transgender Islamic school (Pesantren Waria) and the rejection of Easter celebration conducted by Religious forum in Yogyakarta. The analysis of the article’s identified problems are explained into three forms of conclusion; First, the phenomenon of religious movement activism is understood as a counter culture through which they set a standard of conduct derived from their own conception of truth. Second, there is construction of collective religious identity integrated with ethnic identity. Third, such religious identity construct is increasingly established as moral legitimacy in existing social order. As consequence, the movement perceives that the society no longer needs a set of values derived from external circumstances such as egalitarianism, humanity, gender justice, and others. Artikel ini membahas aktivisme gerakan keagamaan kontemporer yang akhir-akhir ini muncul sebagai respon balik terhadap Islam liberal di Indonesia. Kemunculan gerakan keagamaan ini menarik untuk dikaji sebagai pemahaman mengenai hubungan ekspresi kesalehan umat beragama dan konteks kebudayaan di Indonesia. Dalam artikel ini mengambil kasus di Yogyakarta yang dilakukan oleh forum keagamaan yang melakukan penutupan paksa pesantren waria dan penolakan acara paskah. Ketidaksesuaian produk kebudayaan dengan nilai-nilai agama dominan (Islam) menjadi alasan utama gerakan keagamaan yang cenderung radikal ini untuk melakukan tindakan-tindakan penolakan. Artikel ini mengidentifikasi setidaknya kedalam tiga kesimpulan; Pertama, fenomena aktivisme gerakan keagamaan dipahami sebagai deviant subculture, mereka menentukan standar berperilaku yang diyakini mereka sebagai kebenaran. Kedua, terbentuknya identitas kolektif keagamaan yang terintegrasi dengan identitas etnik. Ketiga, semakin kuatnya legitimasi moral dalam tatanan sosial. Mereka merasa tidak memerlukan lagi perangkat nilai lain yang datang dari luar, seperti nilai egaliter, kemanusiaan, dan keadilan.http://ejournal.uin-suka.ac.id/isoshum/sosiologireflektif/article/view/1605activismreligious movementcultural-contextshariah enforcementanomaly
spellingShingle Fuat Edi Kurniawan
Defbry Margiansyah
AKTIVISME GERAKAN KEAGAMAAN DALAM KONTEKS KEBUDAYAAN : Antara Penegakan Syariat dan Anomali
Jurnal Sosiologi Reflektif
activism
religious movement
cultural-context
shariah enforcement
anomaly
title AKTIVISME GERAKAN KEAGAMAAN DALAM KONTEKS KEBUDAYAAN : Antara Penegakan Syariat dan Anomali
title_full AKTIVISME GERAKAN KEAGAMAAN DALAM KONTEKS KEBUDAYAAN : Antara Penegakan Syariat dan Anomali
title_fullStr AKTIVISME GERAKAN KEAGAMAAN DALAM KONTEKS KEBUDAYAAN : Antara Penegakan Syariat dan Anomali
title_full_unstemmed AKTIVISME GERAKAN KEAGAMAAN DALAM KONTEKS KEBUDAYAAN : Antara Penegakan Syariat dan Anomali
title_short AKTIVISME GERAKAN KEAGAMAAN DALAM KONTEKS KEBUDAYAAN : Antara Penegakan Syariat dan Anomali
title_sort aktivisme gerakan keagamaan dalam konteks kebudayaan antara penegakan syariat dan anomali
topic activism
religious movement
cultural-context
shariah enforcement
anomaly
url http://ejournal.uin-suka.ac.id/isoshum/sosiologireflektif/article/view/1605
work_keys_str_mv AT fuatedikurniawan aktivismegerakankeagamaandalamkontekskebudayaanantarapenegakansyariatdananomali
AT defbrymargiansyah aktivismegerakankeagamaandalamkontekskebudayaanantarapenegakansyariatdananomali