Menilik Akseptabilitas Perkawinan Sesama Jenis di dalam Konstitusi Indonesia
Diskursus hubungan antara hukum dengan “moral” dan “fakta” selalu saja menarik untuk dibahas di kalangan sarjana hukum. Hukum kodrat irrasional adalah teori hukum besar yang pertama yang cara pandangnya theocentris mengakui bahwa hukum bersumber dari “moralitas” Tuhan YME. Derivasi nilai moral univ...
Main Author: | |
---|---|
Format: | Article |
Language: | English |
Published: |
The Registrar and Secretariat General of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia
2018-01-01
|
Series: | Jurnal Konstitusi |
Subjects: | |
Online Access: | https://jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk/article/view/1101 |
Summary: | Diskursus hubungan antara hukum dengan “moral” dan “fakta” selalu saja menarik untuk dibahas di kalangan sarjana hukum. Hukum kodrat irrasional adalah teori hukum besar yang pertama yang cara pandangnya theocentris mengakui bahwa hukum bersumber dari “moralitas” Tuhan YME. Derivasi nilai moral universal ternyata semakin bermetamorfosa dalam berbagai fenomena kehidupan kemudian dituntut agar diperlakukan setara di hadapan hukum. Di berbagai belahan dunia, Gerakan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) dengan perjuangan perkawinan sesama jenis berkembang semakin luas dan telah memfalsifikasi dominasi perkawinan kodrati heteroseksual. Untuk itu, perlu ditilik secara reflektif filosofis akseptabilitas Konstitusi Indonesia atas perkawinan sesama jenis ini. Penelitian ini dilakukan dengan metode pendekatan yuridis normatif melalui cara berpikir deduktif dengan kriterium kebenaran koheren. Sehingga disimpulkan: pertama, kritikan hukum kodrat irrasional yang teosentris terhadap perkawinan sesama jenis, menganggap bahwa sumber hukum adalah “moral” bukan “fakta”, oleh karenanya aturan perundang-undangan dipositifkan dari/dan tidak boleh bertentangan dengan moral Ketuhanan. Oleh karena itu, menurut hukum kodrat irrasional perkawinan sesama jenis tidak mungkin dapat diterima dalam hukum karena bertentangan dengan moralitas Ketuhanan Y.M.E. Kedua, bahwa Konstitusi Indonesia menempatkan Pancasila sebagai grundnorm dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi fondasi dan bintang pemandu pada Undang-undang Perkawinan Indonesia, yang intinya perkawinan harus antara pria dan wanita (heteroseksual) dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga). Perkawinan sesama jenis juga tidak dapat diterima karena ketidakmampuan bentuk perkawinan ini untuk memenuhi unsur-unsur utama perkawinan, untuk terjaminnya keberlangsungan kemanusiaan secara berkelanjutan (sustainable).
The discourse of relationships between law, moral and facts are always interesting to be discussed among legal scholars. Irrational natural law is the first major legal theory that which theocentris worldview admit that the law derived from the “morality” of the God. The derivation of universal moral values appear increasingly metamorphosed into various life phenomena then are required to be treated equally before the law. In different parts of the world the movement LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender) struggle for same-sex marriage has grown falsified domination of heterosexual marriage. Therefore it is necessary be a reflective philosophical divine the acceptability of the Constitution of Indonesia on same-sex marriage. This research was conducted by the method of normative juridical approach, in the frame of a coherent deductive acknowledgement. Concluded, Firstly, criticism Irrational natural law against same-sex marriage, assume that the source of the law is a “moral” rather than “facts”, therefore the rules of law are made of / and should not contradict with the morals of God. Therefore, according to irrational natural law that same-sex marriage may not be accepted in law as contrary to morality God. Secondly, That the Constitution of Indonesia puts Pancasila as the basic norms to please Almighty God be the foundation and a guiding star in the Indonesian Marriage Law, which is essentially a marriage should be between a man and a woman (heterosexual) with purpose of forming a family. Same-sex marriage is not acceptable also because of the inability to fulfill marriage form of the major elements of marriage, ensuring the sustainability of humanity in a sustainable manner.
|
---|---|
ISSN: | 1829-7706 2548-1657 |