Korupsi dan Budaya Malu: Kontribusi Budaya Malu bagi Pengembangan Teologi Malu dalam Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Abstract Corruption is a classical problem that continues to this day. This problem occurs in almost all aspects of human life, occurs anywhere, and Indonesia is no exception. Various efforts have been made to eradicate corruption, including by involving religious institutions believed in providing...

Full description

Bibliographic Details
Main Authors: Romeo Ronny Panly Sinaga, Alokasih Gulo
Format: Article
Language:Indonesian
Published: Duta Wacana Christian University 2023-10-01
Series:Gema Teologika
Subjects:
Online Access:https://journal-theo.ukdw.ac.id/index.php/gemateologika/article/view/984/426
_version_ 1827594500647682048
author Romeo Ronny Panly Sinaga
Alokasih Gulo
author_facet Romeo Ronny Panly Sinaga
Alokasih Gulo
author_sort Romeo Ronny Panly Sinaga
collection DOAJ
description Abstract Corruption is a classical problem that continues to this day. This problem occurs in almost all aspects of human life, occurs anywhere, and Indonesia is no exception. Various efforts have been made to eradicate corruption, including by involving religious institutions believed in providing the theological basis for efforts to eradicate corruption in question. In the Indonesian context, the state’s efforts to overcome corruption are still based on a legal approach. However, handling corruption only through legal approaches is less effective and has not created a deterrent effect for the perpetrators. The legal approach focuses more on legal wrongdoing or corrupt acts, so the perpetrators try to commit corruption secretly. In other words, efforts to eradicate corruption which only emphasize the wrong dimension, have not yet reached the point of integrity or the character of the perpetrators of corruption. Using the synthesis approach of Bevan’s Contextual Theology, we argue that issues of integrity or character can be built in and through a culture of shame. Abstrak Korupsi dapat dikatakan sebagai suatu persoalan klasik yang terus terjadi sampai hari ini. Persoalan ini terjadi hampir dalam semua aspek kehidupan umat manusia, terjadi di mana saja, tidak terkecuali Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan dalam pemberantasan korupsi ini, termasuk dengan melibatkan lembaga keagamaan yang dipercaya dapat memberikan landasan teologis bagi upaya pemberantasan korupsi dimaksud. Dalam konteks Indonesia, upaya negara untuk mengatasi korupsi masih didasarkan pada pendekatan hukum. Namun demikian, penanganan korupsi hanya melalui pendekatan hukum kurang efektif, dan belum menimbulkan efek jera bagi para pelakunya. Pendekatan hukum memang lebih berfokus pada perihal salah secara hukum perbuatan koruptif, sehingga para pelakunya berupaya untuk melakukan korupsi secara tersembunyi. Dengan kata lain, upaya pemberantasan korupsi yang hanya menekankan dimensi salah belum sampai pada pokok integritas atau karakter dari pelaku korupsi. Dengan menerapkan pendekatan sintesis Teologi Kontekstual Bevans dalam budaya Batak dan Nias, kami berpendapat bahwa persoalan integritas atau karakter dapat dibangun dalam dan melalui budaya malu.
first_indexed 2024-03-09T02:38:31Z
format Article
id doaj.art-8d5926cf2f5a4771be9926ae69387532
institution Directory Open Access Journal
issn 2502-7743
2502-7751
language Indonesian
last_indexed 2024-03-09T02:38:31Z
publishDate 2023-10-01
publisher Duta Wacana Christian University
record_format Article
series Gema Teologika
spelling doaj.art-8d5926cf2f5a4771be9926ae693875322023-12-06T07:17:39ZindDuta Wacana Christian UniversityGema Teologika2502-77432502-77512023-10-0182151166https://doi.org/10.21460/gema.2023.82.984Korupsi dan Budaya Malu: Kontribusi Budaya Malu bagi Pengembangan Teologi Malu dalam Upaya Pemberantasan Korupsi di IndonesiaRomeo Ronny Panly Sinaga0Alokasih Gulo1Sekolah Tinggi Filsafat Teologi JakartaSTT Banua Niha Keriso Protestan Sundermann NiasAbstract Corruption is a classical problem that continues to this day. This problem occurs in almost all aspects of human life, occurs anywhere, and Indonesia is no exception. Various efforts have been made to eradicate corruption, including by involving religious institutions believed in providing the theological basis for efforts to eradicate corruption in question. In the Indonesian context, the state’s efforts to overcome corruption are still based on a legal approach. However, handling corruption only through legal approaches is less effective and has not created a deterrent effect for the perpetrators. The legal approach focuses more on legal wrongdoing or corrupt acts, so the perpetrators try to commit corruption secretly. In other words, efforts to eradicate corruption which only emphasize the wrong dimension, have not yet reached the point of integrity or the character of the perpetrators of corruption. Using the synthesis approach of Bevan’s Contextual Theology, we argue that issues of integrity or character can be built in and through a culture of shame. Abstrak Korupsi dapat dikatakan sebagai suatu persoalan klasik yang terus terjadi sampai hari ini. Persoalan ini terjadi hampir dalam semua aspek kehidupan umat manusia, terjadi di mana saja, tidak terkecuali Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan dalam pemberantasan korupsi ini, termasuk dengan melibatkan lembaga keagamaan yang dipercaya dapat memberikan landasan teologis bagi upaya pemberantasan korupsi dimaksud. Dalam konteks Indonesia, upaya negara untuk mengatasi korupsi masih didasarkan pada pendekatan hukum. Namun demikian, penanganan korupsi hanya melalui pendekatan hukum kurang efektif, dan belum menimbulkan efek jera bagi para pelakunya. Pendekatan hukum memang lebih berfokus pada perihal salah secara hukum perbuatan koruptif, sehingga para pelakunya berupaya untuk melakukan korupsi secara tersembunyi. Dengan kata lain, upaya pemberantasan korupsi yang hanya menekankan dimensi salah belum sampai pada pokok integritas atau karakter dari pelaku korupsi. Dengan menerapkan pendekatan sintesis Teologi Kontekstual Bevans dalam budaya Batak dan Nias, kami berpendapat bahwa persoalan integritas atau karakter dapat dibangun dalam dan melalui budaya malu.https://journal-theo.ukdw.ac.id/index.php/gemateologika/article/view/984/426korupsirasa bersalahbudaya malubatak tobaniascorruptionguiltshame culturetoba batak
spellingShingle Romeo Ronny Panly Sinaga
Alokasih Gulo
Korupsi dan Budaya Malu: Kontribusi Budaya Malu bagi Pengembangan Teologi Malu dalam Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Gema Teologika
korupsi
rasa bersalah
budaya malu
batak toba
nias
corruption
guilt
shame culture
toba batak
title Korupsi dan Budaya Malu: Kontribusi Budaya Malu bagi Pengembangan Teologi Malu dalam Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia
title_full Korupsi dan Budaya Malu: Kontribusi Budaya Malu bagi Pengembangan Teologi Malu dalam Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia
title_fullStr Korupsi dan Budaya Malu: Kontribusi Budaya Malu bagi Pengembangan Teologi Malu dalam Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia
title_full_unstemmed Korupsi dan Budaya Malu: Kontribusi Budaya Malu bagi Pengembangan Teologi Malu dalam Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia
title_short Korupsi dan Budaya Malu: Kontribusi Budaya Malu bagi Pengembangan Teologi Malu dalam Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia
title_sort korupsi dan budaya malu kontribusi budaya malu bagi pengembangan teologi malu dalam upaya pemberantasan korupsi di indonesia
topic korupsi
rasa bersalah
budaya malu
batak toba
nias
corruption
guilt
shame culture
toba batak
url https://journal-theo.ukdw.ac.id/index.php/gemateologika/article/view/984/426
work_keys_str_mv AT romeoronnypanlysinaga korupsidanbudayamalukontribusibudayamalubagipengembanganteologimaludalamupayapemberantasankorupsidiindonesia
AT alokasihgulo korupsidanbudayamalukontribusibudayamalubagipengembanganteologimaludalamupayapemberantasankorupsidiindonesia