Sanksi Administratif terhadap Kepala Daerah yang tidak Melaksanakan Program Strategis Nasional
Polemik tentang Presiden berwenang atau tidak berwenang memberhentikan kepala daerah muncul kembali saat pemerintah mengusulkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Disebutkan sebelumnya di dalam draft Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja bahwa Presiden dapat memberhentikan kepala daerah yang tidak m...
Main Authors: | , |
---|---|
Format: | Article |
Language: | English |
Published: |
Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM
2020-12-01
|
Series: | Jurnal Penelitian Hukum De Jure |
Subjects: | |
Online Access: | https://ejournal.balitbangham.go.id/index.php/dejure/article/view/1401 |
_version_ | 1827941058570354688 |
---|---|
author | Wicipto Setiadi Ali Imran Nasution |
author_facet | Wicipto Setiadi Ali Imran Nasution |
author_sort | Wicipto Setiadi |
collection | DOAJ |
description | Polemik tentang Presiden berwenang atau tidak berwenang memberhentikan kepala daerah muncul kembali saat pemerintah mengusulkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Disebutkan sebelumnya di dalam draft Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja bahwa Presiden dapat memberhentikan kepala daerah yang tidak melaksanakan Program Strategis Nasional. Setelah disahkannya Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi undang-undang, rumusan tersebut tidak dicantumkan. Namun demikian, rumusan Pasal tersebut sudah ada di dalam ketentuan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Permasalahan yang muncul dalam penelitian ini adalah apa dasar teoretis Presiden berwenang memberhentikan kepala daerah dan bagaimana tata cara pemberhentian kepala daerah yang tidak melaksanakan Program Strategis Nasional. Metode penelitian menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar teori penjatuhan sanksi adminsitratif adalah berdasarkan teori sistem pemerintahan presidensial dan konsepsi negara kesejahteraan yang dianut oleh Indonesia. Prosedur pemberian sanksi ini dilakukan secara hierarkis melalui jalur non-pengadilan. Perlu dibuat aturan pemberian sanksi melalui jalur pengadilan untuk memberikan kepastian hukum dan mencegah munculnya penyalahgunaan wewenang oleh Presiden. |
first_indexed | 2024-03-13T09:31:36Z |
format | Article |
id | doaj.art-90e5c9e6ec4a4f2eb641d05b1c3f9384 |
institution | Directory Open Access Journal |
issn | 1410-5632 2579-8561 |
language | English |
last_indexed | 2024-03-13T09:31:36Z |
publishDate | 2020-12-01 |
publisher | Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM |
record_format | Article |
series | Jurnal Penelitian Hukum De Jure |
spelling | doaj.art-90e5c9e6ec4a4f2eb641d05b1c3f93842023-05-26T01:41:30ZengBadan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAMJurnal Penelitian Hukum De Jure1410-56322579-85612020-12-0120447348610.30641/dejure.2020.V20.473-486390Sanksi Administratif terhadap Kepala Daerah yang tidak Melaksanakan Program Strategis NasionalWicipto Setiadi0Ali Imran Nasution1Fakultas Hukum UPN VeteranFakultas Hukum, Universitas Pembangunan Nasional Veteran JakartaPolemik tentang Presiden berwenang atau tidak berwenang memberhentikan kepala daerah muncul kembali saat pemerintah mengusulkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Disebutkan sebelumnya di dalam draft Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja bahwa Presiden dapat memberhentikan kepala daerah yang tidak melaksanakan Program Strategis Nasional. Setelah disahkannya Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi undang-undang, rumusan tersebut tidak dicantumkan. Namun demikian, rumusan Pasal tersebut sudah ada di dalam ketentuan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Permasalahan yang muncul dalam penelitian ini adalah apa dasar teoretis Presiden berwenang memberhentikan kepala daerah dan bagaimana tata cara pemberhentian kepala daerah yang tidak melaksanakan Program Strategis Nasional. Metode penelitian menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar teori penjatuhan sanksi adminsitratif adalah berdasarkan teori sistem pemerintahan presidensial dan konsepsi negara kesejahteraan yang dianut oleh Indonesia. Prosedur pemberian sanksi ini dilakukan secara hierarkis melalui jalur non-pengadilan. Perlu dibuat aturan pemberian sanksi melalui jalur pengadilan untuk memberikan kepastian hukum dan mencegah munculnya penyalahgunaan wewenang oleh Presiden.https://ejournal.balitbangham.go.id/index.php/dejure/article/view/1401program strategis nasionalsanksi administratifpemberhentiankepala daerah |
spellingShingle | Wicipto Setiadi Ali Imran Nasution Sanksi Administratif terhadap Kepala Daerah yang tidak Melaksanakan Program Strategis Nasional Jurnal Penelitian Hukum De Jure program strategis nasional sanksi administratif pemberhentian kepala daerah |
title | Sanksi Administratif terhadap Kepala Daerah yang tidak Melaksanakan Program Strategis Nasional |
title_full | Sanksi Administratif terhadap Kepala Daerah yang tidak Melaksanakan Program Strategis Nasional |
title_fullStr | Sanksi Administratif terhadap Kepala Daerah yang tidak Melaksanakan Program Strategis Nasional |
title_full_unstemmed | Sanksi Administratif terhadap Kepala Daerah yang tidak Melaksanakan Program Strategis Nasional |
title_short | Sanksi Administratif terhadap Kepala Daerah yang tidak Melaksanakan Program Strategis Nasional |
title_sort | sanksi administratif terhadap kepala daerah yang tidak melaksanakan program strategis nasional |
topic | program strategis nasional sanksi administratif pemberhentian kepala daerah |
url | https://ejournal.balitbangham.go.id/index.php/dejure/article/view/1401 |
work_keys_str_mv | AT wiciptosetiadi sanksiadministratifterhadapkepaladaerahyangtidakmelaksanakanprogramstrategisnasional AT aliimrannasution sanksiadministratifterhadapkepaladaerahyangtidakmelaksanakanprogramstrategisnasional |