PENERAPAN PIDANA MATI TERHADAP TERPIDANA KASUS KORUPSI

Korupsi sebagai extraordinary crime memberikan pengaturan mengenai pidana mati bagi pelakunya. Namun, faktanya ketentuan  tersebut belum pernah diterapkan oleh Hakim dalam mengadili kasus korupsi. Oleh karena itu, korupsi tetap terjadi dan mengalami perluasan baik modus maupun pelakunya. Permasalaha...

Full description

Bibliographic Details
Main Author: Warih Anjari
Format: Article
Language:Indonesian
Published: University of Diponegoro, Faculty of Law 2020-10-01
Series:Masalah-Masalah Hukum
Subjects:
Online Access:https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/article/view/22327
Description
Summary:Korupsi sebagai extraordinary crime memberikan pengaturan mengenai pidana mati bagi pelakunya. Namun, faktanya ketentuan  tersebut belum pernah diterapkan oleh Hakim dalam mengadili kasus korupsi. Oleh karena itu, korupsi tetap terjadi dan mengalami perluasan baik modus maupun pelakunya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengapa ancaman pidana mati terhadap terpidana korupsi berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUTPK) sulit diterapkan? Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan, perumusan Pasal 2 ayat (2) UUTPK yang berkaitan dengan “kondisi darurat” sulit dipenuhi unsurnya. Rumusan kata “dapat dipidana mati”, memberikan peluang kepada hakim untuk menjatuhkan alternatif pidana terberat lainnya yang bukan berupa pidana penghilangan kesempatan hidup yaitu pidana penjara dengan jangka waktu tertentu; atau maksimum 20 tahun atau pidana seumur hidup.
ISSN:2086-2695
2527-4716