Skrining Gangguan Pendengaran pada Neonatus Risiko Tinggi

Gangguan pendengaran pada masa bayi akan menyebabkan gangguan wicara, berbahasa, kognitif, masalah sosial, dan emosional. Identifikasi gangguan pendengaran secara dini dan intervensi yang sesuai sebelum usia 6 bulan terbukti dapat mencegah segala konsekuensi tersebut. The Joint Committee on Infant H...

Full description

Bibliographic Details
Main Authors: Lily Rundjan, Idham Amir, Ronny Suwento, Irawan Mangunatmadja
Format: Article
Language:Indonesian
Published: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia 2016-12-01
Series:Sari Pediatri
Subjects:
Online Access:https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/871
Description
Summary:Gangguan pendengaran pada masa bayi akan menyebabkan gangguan wicara, berbahasa, kognitif, masalah sosial, dan emosional. Identifikasi gangguan pendengaran secara dini dan intervensi yang sesuai sebelum usia 6 bulan terbukti dapat mencegah segala konsekuensi tersebut. The Joint Committee on Infant Hearing tahun 1994 merekomendasikan skrining pendengaran neonatus harus dilakukan sebelum usia 3 bulan dan intervensi telah diberikan sebelum usia 6 bulan. Otoacoustic emissions (OAE) dan/ atau automated auditory brainstem response (AABR) direkomendasikan sebagai metode skrining pendengaran pada neonatus. Pemeriksaan ABR telah dikenal luas untuk menilai fungsi nervus auditorius, batang otak, dan korteks pendengaran. Pemeriksaan OAE sebagai penemuan baru dilaporkan dapat menilai fungsi koklea, bersifat non invasif, mudah dan cepat mengerjakannya, serta tidak mahal.
ISSN:0854-7823
2338-5030