Wacana Constitutional Questions dalam Situs Mahkamah: Konteks e-Deliberative Democracy
Pengantar Pertengahan akhir tahun 2010 ini terdapati perkara yang menyita perhatian publik ditingkat nasional seperti putusan dalam perkara permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia terhadap Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.2...
Main Author: | |
---|---|
Format: | Article |
Language: | English |
Published: |
The Registrar and Secretariat General of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia
2016-05-01
|
Series: | Jurnal Konstitusi |
Online Access: | https://jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk/article/view/238 |
_version_ | 1797900781493420032 |
---|---|
author | Anom Surya Putra |
author_facet | Anom Surya Putra |
author_sort | Anom Surya Putra |
collection | DOAJ |
description | Pengantar
Pertengahan akhir tahun 2010 ini terdapati perkara yang menyita perhatian publik ditingkat nasional seperti putusan dalam perkara permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia terhadap Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.2 Muatan putusan menggunakan pola deduktif-matematis dari jurisprudence (ajaran hukum) yang menghasilkan keputusan “konstitusional bersyarat” (conditionally constitutional) atas ketentuan Pasal 22 ayat UU Kejaksaan. Teks putusan itu diikuti pula dengan pendapat berbeda (dissenting opinion) dari 2 (dua) hakim MK yang masing- masing mencerminkan realisme hukum (legal realism). 3 Logika hakim MK yang mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion) ini beralih ke soal kegunaan atau kemanfaatan hukum yaitu diantaranya melihat ketidakbermanfaatan preseden hukum formal “konstitusional bersyarat” dalam perkara ini.4 Realisme hukum cenderung mengandalkan kemampuan hakim menangkap makna yang ia artikan sebagai kebenaran atas pengaruh nilai-nilai yang dipegangi, latar belakang pengalaman pribadi dan kecenderungan pilihannya.5 Pengambilan keputusan atas perkara tak dapat berlangsung secara deduksi-matematis dan tak hendak telalu mementingkan unsur-unsur etis dan unsur-unsur ideal. Amatan yang lebih dalam lebih tepat kiranya bila kita melakukan riset terhadap perbedaan-perbedaan paradigma, metode dan dinamika masalah yang dihadapi oleh hakim MK secara keseluruhan dengan mengambil objek studi seluruh putusan MK, sementara tulisan ini masih jauh dari kelengkapan studi hukum seperti itu. ...
|
first_indexed | 2024-04-10T08:51:30Z |
format | Article |
id | doaj.art-a12d6680f1e5416f83fb69bd86cbc662 |
institution | Directory Open Access Journal |
issn | 1829-7706 2548-1657 |
language | English |
last_indexed | 2024-04-10T08:51:30Z |
publishDate | 2016-05-01 |
publisher | The Registrar and Secretariat General of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia |
record_format | Article |
series | Jurnal Konstitusi |
spelling | doaj.art-a12d6680f1e5416f83fb69bd86cbc6622023-02-22T04:11:41ZengThe Registrar and Secretariat General of the Constitutional Court of the Republic of IndonesiaJurnal Konstitusi1829-77062548-16572016-05-017410.31078/jk744235Wacana Constitutional Questions dalam Situs Mahkamah: Konteks e-Deliberative DemocracyAnom Surya Putra0Peneliti pada Centre for Legislative Strengthening (CLS)Pengantar Pertengahan akhir tahun 2010 ini terdapati perkara yang menyita perhatian publik ditingkat nasional seperti putusan dalam perkara permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia terhadap Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.2 Muatan putusan menggunakan pola deduktif-matematis dari jurisprudence (ajaran hukum) yang menghasilkan keputusan “konstitusional bersyarat” (conditionally constitutional) atas ketentuan Pasal 22 ayat UU Kejaksaan. Teks putusan itu diikuti pula dengan pendapat berbeda (dissenting opinion) dari 2 (dua) hakim MK yang masing- masing mencerminkan realisme hukum (legal realism). 3 Logika hakim MK yang mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion) ini beralih ke soal kegunaan atau kemanfaatan hukum yaitu diantaranya melihat ketidakbermanfaatan preseden hukum formal “konstitusional bersyarat” dalam perkara ini.4 Realisme hukum cenderung mengandalkan kemampuan hakim menangkap makna yang ia artikan sebagai kebenaran atas pengaruh nilai-nilai yang dipegangi, latar belakang pengalaman pribadi dan kecenderungan pilihannya.5 Pengambilan keputusan atas perkara tak dapat berlangsung secara deduksi-matematis dan tak hendak telalu mementingkan unsur-unsur etis dan unsur-unsur ideal. Amatan yang lebih dalam lebih tepat kiranya bila kita melakukan riset terhadap perbedaan-perbedaan paradigma, metode dan dinamika masalah yang dihadapi oleh hakim MK secara keseluruhan dengan mengambil objek studi seluruh putusan MK, sementara tulisan ini masih jauh dari kelengkapan studi hukum seperti itu. ... https://jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk/article/view/238 |
spellingShingle | Anom Surya Putra Wacana Constitutional Questions dalam Situs Mahkamah: Konteks e-Deliberative Democracy Jurnal Konstitusi |
title | Wacana Constitutional Questions dalam Situs Mahkamah: Konteks e-Deliberative Democracy |
title_full | Wacana Constitutional Questions dalam Situs Mahkamah: Konteks e-Deliberative Democracy |
title_fullStr | Wacana Constitutional Questions dalam Situs Mahkamah: Konteks e-Deliberative Democracy |
title_full_unstemmed | Wacana Constitutional Questions dalam Situs Mahkamah: Konteks e-Deliberative Democracy |
title_short | Wacana Constitutional Questions dalam Situs Mahkamah: Konteks e-Deliberative Democracy |
title_sort | wacana constitutional questions dalam situs mahkamah konteks e deliberative democracy |
url | https://jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk/article/view/238 |
work_keys_str_mv | AT anomsuryaputra wacanaconstitutionalquestionsdalamsitusmahkamahkonteksedeliberativedemocracy |