KONSEP WA’AD DAN IMPLEMENTASINYA DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJELIS ULAMA INDONESIA

Dalam konteks fikih muamalah, terdapat dua terminologi yang berkaitan dengan hukum perikatan, yaitu akad dan wa’ad (janji). Ulama sepakat bahwa terbentuknya transkasi apabila terpenuhinya kompenen dari akad tersebut, yakni rukun dan syarat sahnya suatu akad. Akan tetapi, ulama berbeda pendapat menge...

Full description

Bibliographic Details
Main Author: Panji Adam Agus
Format: Article
Language:English
Published: Universitas Islam Bandung 2018-07-01
Series:Amwaluna: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah
Subjects:
Online Access:https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/amwaluna/article/view/3800
Description
Summary:Dalam konteks fikih muamalah, terdapat dua terminologi yang berkaitan dengan hukum perikatan, yaitu akad dan wa’ad (janji). Ulama sepakat bahwa terbentuknya transkasi apabila terpenuhinya kompenen dari akad tersebut, yakni rukun dan syarat sahnya suatu akad. Akan tetapi, ulama berbeda pendapat mengenai hukum wa’ad (janji) dan muwâ’adah (saling berjanji). Perbedaan tersebut dilatarbelakang mengenai hukum janji itu mengikat atau tidak mengikat dalam sebuah transkasi. Dalam tataran implementasinya, terdapat beberapa fatwa DSN-MUI yang mengyinggung mengenai konsep wa’ad (janji). Hasil kesimpulan menunjukan bahwa; pertama, wa’ad adalah “Pernyataan dari pihak/ seseorang (subyek hukum) untuk berbuat/tidak berbuat sesuatu; serta perbuatan tersebut dilakukan di masa yang akan datang (istiqbâl)”. Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum menunaikan wa’ad (janji); kedua, dalam konteks fatwa DSN-MUI, terdapat sejumlah fatwa yang berkaitan dengan implementasi konsep wa’ad, yaitu (1) Fatwa DSN-MUI Nomor: 4/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murâbahah; (2) fatwa DSN-MUI Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang IMBT; (3) fatwa DSN-MUI Nomor: 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang MMQ; (4) fatwa DSN-MUI Nomor; 55/DSN-MUI/V/2007 tentang PRKS; (5) fatwa DSN-MUI Nomor 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Bli Mata Uang (Al-Sharf).
ISSN:2540-8399
2540-8402