KONSEP DEFERRED PROSECUTION AGREEMENT (DPA) DALAM PERTANGGUNG-JAWABAN PIDANA KORPORASI SEBAGAI BENTUK ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

Penuntutan Korporasi melalui penuntutan formal dianggap dapat menghancurkan korporasi. Jika bisa penghukuman korporasi jangan sampai mengakibatkan korporasi tersebut mengalami kepailitan dan kebangkrutan. Dijeratnya korporasi dalam hukum pidana tidak hanya terjadi di Indonesia, di dunia ada beberap...

Full description

Bibliographic Details
Main Author: Ardi Ferdian
Format: Article
Language:English
Published: Universitas Brawijaya 2021-12-01
Series:Arena Hukum
Subjects:
Online Access:https://arenahukum.ub.ac.id/index.php/arena/article/view/990
Description
Summary:Penuntutan Korporasi melalui penuntutan formal dianggap dapat menghancurkan korporasi. Jika bisa penghukuman korporasi jangan sampai mengakibatkan korporasi tersebut mengalami kepailitan dan kebangkrutan. Dijeratnya korporasi dalam hukum pidana tidak hanya terjadi di Indonesia, di dunia ada beberapa kasus besar yang sangat fenomenal yang menyebabkan kesehatan perusahaan terganggu, yang berimbas perusahaan melakukan efesiensi dengan menutup beberapa anak perusahannya dan otomatis terjadi perampingan jumlah karyawan, yaitu kasus yang menimpa Siemens Aktiengesellschaft (AG) dan Volks Wagen (VW). Untuk meminimalisir pailit atau bangkrutnya korporasi akibat dipidana, beberapa negara menerapkan Deferred Prosecution Agreement (untuk selanjutnya disingkat DPA). Deferred Prosecution Agreement atau dalam bahasa Indonesia dapat diartikan penuntutan yang di tangguhkan, merupakan salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang dilakukan diluar pengadilan. Penulis ingin mengetahui bagaimana kelebihan dan kekurangan penerapan DPA jika di terapkan di Indonesia dengan menggunakan pendekatan konseptual dan pendekatan perbandingan penerapan DPA di negara Inggris dan Amerika, sehingga dapat menghasilkan konsep penerapan DPA di Indonesia. Hasil penelitian penulis konsep pengaturan DPA setidak-tidaknya memuat: 1) Persetujuan Korporasi Untuk Bekerjasama, 2) Pengawasan Proses oleh Hakim, 3) Menetapkan Jangka Waktu Perjanjian, 4) Klausula Perjanjian yang baku, 5) Pertimbangan Penggunaan DPA hanya untuk kasus-kasus tertentu. Namun kita juga perlu tahu kelebihan dan kekurangan konsep DPA ini jika di terapkan di Indonesia. Kelebihannya: 1) Reputasi dan kepercayaan Perusahaan Terjaga, 2) Meminimalisir Bangkrutnya Korporasi, 3) Penyelesaian Perkara Secara Singkat, Sederhana dan biaya Ringan, 4) Jaksa Diberi Keluasaan Mengatur Isi Perjanjian. Kekurangan: 1) Rawan terjadi Penyalahgunaan Kewenangan, 2) Perlu dibuat aturan secara Khusus (Lex Specialis). Saran penulis jika menerapkan konsep Pentuntutan Yang Ditangguhkan pada Kejahatan Korporasi, Jaksa Agung harus membuat peraturan yang mengatur mengenai Pedoman Pelaksanaan DPA dan Standar Operasional Prosedur Jaksa yang menangani DPA. Jika diperlukan pengawasan, maka perlu dibuat secara khusus aturan mengenai Dewan Pengawas.
ISSN:0126-0235
2527-4406