SEJARAH SOSIAL KABUPATEN LEBAK
Abstrak Tulisan mengenai Sejarah Sosial Daerah Kabupaten Lebak menggambarkan kehidupan masyarakat yang mencakup aspek geografi, pemerintahan, penduduk, budaya sinkretisme dan masyarakat adat, budaya, dan pendidikan. Untuk merekontruksi kembali menggunakan metode sejarah yang meliputi empat tahap, ya...
Main Author: | |
---|---|
Format: | Article |
Language: | Indonesian |
Published: |
Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
2013-06-01
|
Series: | Patanjala: Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya |
Subjects: | |
Online Access: | http://ejurnalpatanjala.kemdikbud.go.id/patanjala/index.php/patanjala/article/view/137 |
Summary: | Abstrak
Tulisan mengenai Sejarah Sosial Daerah Kabupaten Lebak menggambarkan kehidupan masyarakat yang mencakup aspek geografi, pemerintahan, penduduk, budaya sinkretisme dan masyarakat adat, budaya, dan pendidikan. Untuk merekontruksi kembali menggunakan metode sejarah yang meliputi empat tahap, yaitu: heuristik, kritik, interpretasi, dan historiogarfi. Lebak menjadi bagian dari wilayah Kesultanan Banten dan masyarakatnya menganut ajaran agama Islam. Pada abad ke-19 terjadilah perubahan politik di daerah tersebut. Perubahan itu seiring dengan semakin meluasnya kekuasaan Belanda di wilayah Banten yang ditandai oleh penghapusan Banten tahun 1808 oleh Daendels. Perkembangan selanjutnya pada masa pemerintahan Letnan Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles (1811-1816), Banten dibagi menjadi empat daerah setingkat kabupaten, yaitu: Kabupaten Banten Lor, Banten Kulon, Banten Tengah, dan Banten Kidul. Setelah kekuasaan dipegang kembali oleh Belanda, maka wilayah Banten dibagi menjadi 3 kabupaten yaitu: Kabupaten Serang, Caringin, dan Lebak. Perubahan berikutnya terjadi pada tanggal 14 Agustus 1925, Lebak menjadi sebuah kabupaten otonom. Kemudian, pada tahun 1950 mengenai pembentukan daerah-daerah dalam lingkungan Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Lebak dimasukkan ke dalam 25 Daerah Tingkat II di provinsi tersebut. Pada tahun 2003 Kabupaten Lebak menjadi bagian dari Provinsi Banten. Penduduk Kabupaten Lebak dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang signifikan, begitu pula di bidang sosial budaya dan pendidikan berkembang cukup dinamis.
Abstract
This study illustrates aspects of community life in Kabupaten Lebak in the 19th century. Then, Lebak was part of the Sultanate of Banten and most of the people embraced Islam. In the 19th century Lebak faced a political change due to the expanding power of theDutch in Banten. Daendels eliminated the Sultanate of Banten in 1808. During the reign of Lieutenant Governor-General Thomas Stamford Raffles (1811-1816) Banten was divided into four districts: Banten Lor (Northern Banten), Banten Kulon (Western Banten), Banten Tengah (Central Banten), and Banten Kidul (Southern Banten). When the Dutch regained its power in Banten, the region was divided into three disctricts: Serang, Caringin, and Lebak. In August 14, 1925 Lebak became an autonomous district. In 1950 District of Lebak was part of 25 districts in the Province of West Java, and since 2005 the district became part of the Province of Banten. Today, the population of Lebak has been increasing significantly every year and the educational and socio-cultural life has been developed quite dynamically. To reconstruct this history the author conducted method in history: heuristic, criticism, interpretation, and historiography. |
---|---|
ISSN: | 2085-9937 2598-1242 |