Implementasi Kebijakan Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perumahan Kota Banjarbaru
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyatakan bahwa proporsi ruang terbuka hijau terbuka (RTH) adalah minimal 30 persen dari panjang kota. Hal ini menjadi menarik karena setiap kota memiliki keterbatasan dalam memenuhi ketentuan ini; salah satunya adalah Kota Banjarbaru di Kali...
Main Authors: | , |
---|---|
Format: | Article |
Language: | Indonesian |
Published: |
Universitas Gadjah Mada
2015-05-01
|
Series: | JKAP (Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik) |
Subjects: | |
Online Access: | https://journal.ugm.ac.id/jkap/article/view/7534 |
_version_ | 1798045153772961792 |
---|---|
author | Rina Setyati Warsito Utomo |
author_facet | Rina Setyati Warsito Utomo |
author_sort | Rina Setyati |
collection | DOAJ |
description | Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyatakan bahwa proporsi ruang terbuka hijau terbuka (RTH) adalah minimal 30 persen dari panjang kota. Hal ini menjadi menarik karena setiap kota memiliki keterbatasan dalam memenuhi ketentuan ini; salah satunya adalah Kota Banjarbaru di Kalimantan Selatan. Pada akhir tahun 2011, ketersediaan RTH di Banjarbaru sekitar 612,10 hektar atau hanya 1,65 persen dari panjang kota. Di sisi lain, RTH juga penting sebagai antisipasi tingginya permintaan dari reformasi tanah dan sebagai upaya untuk menjaga keseimbangan lingkungan kota, karena 12.998,3 hektar atau 30 persen dari luas Kota Banjarbaru telah berubah menjadi pemukiman. Tujuan dari kajian ini adalah untuk membahas proses implementasi kebijakan RTH dan faktor-faktor yang memengaruhi melibatkan organisasi pemerintah sebagai pelaksana dan pengembang perumahan sebagai objek kebijakan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada berbagai tindakan ketidaktaatan dilakukan oleh pengembang terhadap kebijakan RTH, misalnya pengembang tidak menyediakan area untuk RTH, perbedaan bentuk dari RTH, perubahan penggunaan RTH, dan tidak tersedianya RTH. Beberapa alasan yang mendasari ketidaktaatan ini adalah faktor tidak mematuhi hukum selektif; ekonomi; dan kepentingan pribadi atau organisasi. Faktor lain yang memengaruhi implementasi kebijakan terdiri atas struktur birokrasi; sumber daya; komunikasi; dan disposisi. |
first_indexed | 2024-04-11T23:16:06Z |
format | Article |
id | doaj.art-ff7bae6baa294d8c95caec3933962369 |
institution | Directory Open Access Journal |
issn | 0852-9213 2477-4693 |
language | Indonesian |
last_indexed | 2024-04-11T23:16:06Z |
publishDate | 2015-05-01 |
publisher | Universitas Gadjah Mada |
record_format | Article |
series | JKAP (Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik) |
spelling | doaj.art-ff7bae6baa294d8c95caec39339623692022-12-22T03:57:37ZindUniversitas Gadjah MadaJKAP (Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik)0852-92132477-46932015-05-01191597010.22146/jkap.75346340Implementasi Kebijakan Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perumahan Kota BanjarbaruRina Setyati0Warsito Utomo1Bidang Fisik, Prasarana, dan Tata Ruang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Banjarbaru, Kalimantan SelatanMagister Administrasi Publik FISIPOL Universitas Gadjah MadaUndang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyatakan bahwa proporsi ruang terbuka hijau terbuka (RTH) adalah minimal 30 persen dari panjang kota. Hal ini menjadi menarik karena setiap kota memiliki keterbatasan dalam memenuhi ketentuan ini; salah satunya adalah Kota Banjarbaru di Kalimantan Selatan. Pada akhir tahun 2011, ketersediaan RTH di Banjarbaru sekitar 612,10 hektar atau hanya 1,65 persen dari panjang kota. Di sisi lain, RTH juga penting sebagai antisipasi tingginya permintaan dari reformasi tanah dan sebagai upaya untuk menjaga keseimbangan lingkungan kota, karena 12.998,3 hektar atau 30 persen dari luas Kota Banjarbaru telah berubah menjadi pemukiman. Tujuan dari kajian ini adalah untuk membahas proses implementasi kebijakan RTH dan faktor-faktor yang memengaruhi melibatkan organisasi pemerintah sebagai pelaksana dan pengembang perumahan sebagai objek kebijakan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada berbagai tindakan ketidaktaatan dilakukan oleh pengembang terhadap kebijakan RTH, misalnya pengembang tidak menyediakan area untuk RTH, perbedaan bentuk dari RTH, perubahan penggunaan RTH, dan tidak tersedianya RTH. Beberapa alasan yang mendasari ketidaktaatan ini adalah faktor tidak mematuhi hukum selektif; ekonomi; dan kepentingan pribadi atau organisasi. Faktor lain yang memengaruhi implementasi kebijakan terdiri atas struktur birokrasi; sumber daya; komunikasi; dan disposisi.https://journal.ugm.ac.id/jkap/article/view/7534Disposisi, implementasi, komunikasi pengembang, struktur birokrasi, sumber daya |
spellingShingle | Rina Setyati Warsito Utomo Implementasi Kebijakan Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perumahan Kota Banjarbaru JKAP (Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik) Disposisi, implementasi, komunikasi pengembang, struktur birokrasi, sumber daya |
title | Implementasi Kebijakan Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perumahan Kota Banjarbaru |
title_full | Implementasi Kebijakan Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perumahan Kota Banjarbaru |
title_fullStr | Implementasi Kebijakan Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perumahan Kota Banjarbaru |
title_full_unstemmed | Implementasi Kebijakan Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perumahan Kota Banjarbaru |
title_short | Implementasi Kebijakan Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perumahan Kota Banjarbaru |
title_sort | implementasi kebijakan penataan ruang terbuka hijau kawasan perumahan kota banjarbaru |
topic | Disposisi, implementasi, komunikasi pengembang, struktur birokrasi, sumber daya |
url | https://journal.ugm.ac.id/jkap/article/view/7534 |
work_keys_str_mv | AT rinasetyati implementasikebijakanpenataanruangterbukahijaukawasanperumahankotabanjarbaru AT warsitoutomo implementasikebijakanpenataanruangterbukahijaukawasanperumahankotabanjarbaru |