Summary: | Sabodam merupakan bangunan pengendali aliran debris atau lahar yang dibangun melintang pada
alur sungai. Prinsip kerja Bangunan Sabo adalah mengendalikan sedimen dengan cara menahan,
menampung dan mengalirkan material / pasir yang terbawa oleh aliran dan meloloskan air ke hilir.
Selama masa kejadian banjir lahar pasca erupsi Merapi tahun 2010, sebanyak 77 unit sabodam yang
ada di sungai – sungai lahar Merapi mengalami kerusakan atau bahkan hanyut terbawa aliran lahar
(Balai Besar Wilayah Sungai Serayu – Opak, 2011). Sebagian besar dugaan penyebab keruntuhan
sabodam mengarah pada pondasinya yang memiliki konsep pondasi mengambang yaitu dibangun di
dasar sungai tanpa pondasi yang mengikat ke dalam lapisan tanah keras dengan asumsi bahwa
material dasar sungai daerah vulkanik yang didominasi pasir memiliki stabilitas dan daya dukung
yang cukup baik sehingga cukup mampu mengikat bangunan untuk tetap pada posisi semula (tidak
mengguling ataupun bergeser).
Oleh sebab itu, perlu dilakukan kajian (berupa struktur bangunan dan geologi) lebih lanjut terkait
konsep pondasi mengambang untuk memahami kelemahan dalam implementasinya, mekanisme
kegagalan serta penyesuaian lebih lanjut untuk perbaikan pengelolaan, dengan mengambil daerah
Gunungapi Merapi sebagai lokasi studi kasus.
Hasil kajian menunjukkan kerusakan sabodam pondasi mengambang dominan disebabkan oleh local
scouring, maka untuk mengurangi kedalaman lokal scouring yang mengakibatkan terjadinya
kegagalan bangunan sabodam dalam implementasinya sabodam dibangun secara seri dengan jarak
efisien antar sabodam dan pondasi yang lebih dalam. Berdasarkan investigasi lapangan, diketahui
bahwa proses geologi daerah penelitian menunjukkan kondisi yang mengindikasikan terjadinya
rembesan dan gerusan lokal yang mengurangi kekuatan struktur bangunan.
|