Analisis Curah Hujan Untuk Antisipasi Kekeringan

INTISARI Daerah Aliran Sungai (DAS) Progo dapat Magi ke dalam beberapa Sub DAS yaitu Sub DAS Progo Hulu, Sub DAS Tangsi, Sub DAS Elo, Sub DAS Blongkeng, dan Sub DAS Progo Hilir. Wilayah DAS Progo cukup bervariasi dalam hal topografi, unit geologi dan geomorfologi, hidrologi, jenis tanah, tipe vegeta...

Full description

Bibliographic Details
Main Author: Perpustakaan UGM, i-lib
Format: Article
Published: [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada 1999
Subjects:
Description
Summary:INTISARI Daerah Aliran Sungai (DAS) Progo dapat Magi ke dalam beberapa Sub DAS yaitu Sub DAS Progo Hulu, Sub DAS Tangsi, Sub DAS Elo, Sub DAS Blongkeng, dan Sub DAS Progo Hilir. Wilayah DAS Progo cukup bervariasi dalam hal topografi, unit geologi dan geomorfologi, hidrologi, jenis tanah, tipe vegetasi, dan tipe curah hujan (iklim), sehingga karakteristik fisik tersebut diharapkan berpengaruh terhadap keraga�an nilai indeks kekeringan (drought index). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik hujan, khususnya curah hujan rata-rata bulanan, sebagai dasar untuk menganalisis keadaan neraca air. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan analisis terhadap nilai evapotranspirasi, dan perkiraan nilai kapasitas tanah menahan air (water holding capasity). Hasil dari analisis neraca air dapat diperoleh nilai kekurangan lengas (moisture deficit) dalam tanah, sehingga dapat ditentukan nilai indeks kekeringan dengan cara Thornthwaite, dan dirumuskan pula berbagal upaya mitigasinya. Hasil perzelitian menunjukkan bahwa secara umum makin tinggi elevasi suatu tempest, hujan yang jatuh di wilayah tersebut semakin tinggi dengan intensitas hujan yang tinggi pula. Hubungan tersebut selanjutnya menentukan tipe iklim di daerah penelitian. Tipe iklim A menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson meliputi sebagian besar wilayah pegunungan dengan ketinggian di atas 500 meter, tipe B umumnya antara 250-500 meter, dan tipe C umumnya kurang dari 250 meter. Hasil analisis neraca air bulanan dengan metode Thornthwaite-Mather menunjukkan bahwa defisit air mulai terjadi bulan Mei hingga Oktober dengan puncak defisit air antara Agustus dan September. Perkembangan spasial tingkat kekeringan terutama dimulai dari bagian hilir meliputi daerah Kenteng, Sentolo dan rneluas ke bagian tengah meliputi daerah Mendut dan Salaman dengan defisit air mencapai antara 50-70 mm per bulan. Kecenderungan perubahan indeks kekeringan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menentukan kapasitas tanah menahan air, yailu faktor tekstur tanah, kedalaman zone pekarangan, dan nilai evapotranspirasi. Faktor iklim tidak selalu berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai (indeks) kekeringan, sehingga diduga faktor jenis