Pola Perkembangan Karakteristik Kekotaan Pada Desa-Desa Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Fenomena urbanisasi di Indonesia meningkat cepat dan terus berkembang, termasuk di Propinsi DIY yang lebih dari separuh penduduk tinggal di perkotaan. Penelitian bertujuan untuk mengkaji (1) karakteristik kekotaan di pedesaan, (2) faktor penentu tingkat kekotaan, (3) penentuan tipologi tingkat kekot...

Full description

Bibliographic Details
Main Author: Perpustakaan UGM, i-lib
Format: Article
Published: [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada 2002
Subjects:
Description
Summary:Fenomena urbanisasi di Indonesia meningkat cepat dan terus berkembang, termasuk di Propinsi DIY yang lebih dari separuh penduduk tinggal di perkotaan. Penelitian bertujuan untuk mengkaji (1) karakteristik kekotaan di pedesaan, (2) faktor penentu tingkat kekotaan, (3) penentuan tipologi tingkat kekotaan, dan (4) analisis pola perubahan tingkat kekotaan. Penelitian menggunakan pendekatan deskriptifianalitis, bersifat kuantitatif dan berbasis pada analisis data sekunder. Lingkup daerah penelitian meliputi seluruh desa di Propinsi DIY, sejumlah 438 desa yang tersebar di lima Kabupaten, yaitu Kulon Progo, Bantul, Gunung Kidul, Sleman, dan Yogyakarta. Variabel kekotaan meliputi kepadatan dan pertumbuhan penduduk, penduduk non pertani, luas lahan terbangun, dan ketersediaan fasilitas sosial ekonomi dianalisis dengan analisis faktor dan kluster dengan bantuan SPSS. Sedangkan analisis spasial atau pemetaan dengan Map Info. Analisis faktor terhadap 5 variabel kekotaan diperoleh dua faktor terpenting yang menyumbang 71 persen. Faktor pertama yang memberikan sumbangan 52,95 persen dan faktor kedua 18,59 persen. Faktor pertama adalah karakteristik sosial ekonomi dan penggunaan lahan dan faktor kedua adalah periumbuhan penduduk. Tipe wilayah menurut letak dapat digunakan sebagai dasar dalam determinasi antar desa, karena memiliki tingkat perbedaan yang signifikasi yang tinggi, antara desa di kola, pinggiran kola, koridorjalan, dan desa. Terdapat lima tipe tingkat kekotaan, yaitu desa mula, desa, calon kola, kota, dan kota lanjut. Selama tahun 1990-2000, dinamika kekotaan berjalan lambat. Perkembangan cukup besar justru lerjadi pada status desa mula dan desa. Sedangkan calon kola dan kota justru menurun. Perkembangan hanya terjadi pada tingkat bawah, sedangkan pada tingkat atas (kota) tampaknya telah terjadi stagnasi perkembangan. Kabupaten Kulon Progo dan Gunung Kidul medominasi pada kelompok desa mula dan desa. Sedangkan Kabupaten Sleman dan Bantu' mendominasi tingkat calon kota dan kota.