Perubahan Sifat-sifat Fisik dan Kimia Tanah Gambut Akibat Reklamasi Lahan Gambut untuk Pertanian

Terdapat 424 juta hektar lahan gambut di dunia, yangsekitar38 juta hektarnya berada di zone tropika. Raglan terbesa r lahan gambut di zone tropika terdapat di Indonesia (20,1 juta hektar) dan di Malaysia.(2,7 juta hektar). Lahan-lahan gambut tropika, terutama di Indonesia, tetah sejak lama diusahaka...

Full description

Bibliographic Details
Main Author: Perpustakaan UGM, i-lib
Format: Article
Published: [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada 2000
Subjects:
Description
Summary:Terdapat 424 juta hektar lahan gambut di dunia, yangsekitar38 juta hektarnya berada di zone tropika. Raglan terbesa r lahan gambut di zone tropika terdapat di Indonesia (20,1 juta hektar) dan di Malaysia.(2,7 juta hektar). Lahan-lahan gambut tropika, terutama di Indonesia, tetah sejak lama diusahakan sebagai lahan pertanian oleh penduduk lokal, dan belakangan ini perluasan pertanian ke lahan-lahan gam but tersebut meningkat dengan pesat seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan pangan dan produk tanamai. ,Jerkebunan. Namun demikian, keberhasilan budidaya tanaman pada lahan-lahan gambut masik sangat beragam dengan hasil rata-rata yang masih rendah, karena berbagai kendala yang belum semuanya dapat diatasi termasuk yang bersifat bawaan (inherent)ma upun yang bersumber dari tindakan reklamasi. Reklamasi, atau konversi lahan gambut, untuk pertanian mencakup tindakan drainasi dan pembukaan lahan yang dengan sendirinya menghasilkan perubahanperubahan dalam sifat-sifat fisik, kimia, dan bahkan biologi tanah gambut yang pada gilirannya akan berdampak pada keparahan kendala untuk budidaya tanaman. Di samping itu, praktek budidaya tanaman juga akan mempunyai dampak terhadap sifatsifat tanah gambut tersebut. Dalam hal sifat-sifat fisik, drainasi akan mengakibatkan subsidensi gambut yang berlangsung relatif cepat dalam 4-10 tahun pertama, dan kemudian melambat sampai laju yang agak konstan. Dengan terjadinya subsidensi dan pemadatan, akan terjadi berbagai perubahan datum sifat-sifat fisik tanah termasuk meningkatnya berat volume, dan menu runnya porositas total, difusi Ov kapasitas udara, volume air tersedia, dan laju infiltrasi air. Problema lainnya yang berhubungan dengan subsidensi adalah terbentuknya permukaan lahan yang bergelombang dan tersingkapnya tunggultunggul potion, yang mengakibatkan masalah dalam pengolahan tanah. Setelah drainasi dan pengolahan tanah laju dekomposisi gambut akan meningkat yang menyumbang juga pada peningkatan berat volume. Pengeringan gambut yang berlebih akan menghasilkan hid rofobisitas yang menyebabkannya lebih rentan terhadap erosi. Dalam hal sifat-sifat kimia, drainasi dan pengolahan tanah akan meningkatkan pelepasan COz karena men ingkatnya laju dekomposisi gambut, yang pada gilirannya menghasilkan pemasaman. Akan tetapi, ini diimbangi oleh efek drainasi dalam membuang asam-asam organik toksik dan non-toksik. Apabila dibawah lapis gambut terda pat pirit (FeS2) yang dapat tersingkap atau terangkat ke permukaan dalam pembuatan kanal, pengolahan tanah, atau pembuatan "surjan', sehingga teroksidasi akan mengakibatkan penurunan pH tanah yang ekstrim (ke pH 2,0 atau lebih rendah). Di fihak lain, jika dibawah lapis garnbut terdapatpasir kuarsa, kehilangan total gambut karena oksidasi dan pembakaran akan menjadikan lahan tidak lagi dapat ditanami. Praktek-praktek budidaya, terutama penggunaan kapur dan abu secara berlebih dapat menghasilkan pH tanah relatif tinggi yang akan menekan ketersediaan hara mikro. Pengapuran dan pemberian abu jugs akan meningkatkan aktivitas mikrobia yang pada gilirannya menambah peningkatan laju dekomposisi gam but. There are 424 million hectares of peatland in the world, of which around 38 million hectares are found in the tropical zone. The largest occurrence of peatland in the tropics is found in Indonesia (20.1 million hectares), followed by Malaysia (2.7 million hectares). The tropical peatlands, particularly in Indonesia, have long been used by the local inhabitants for cultivation, and more recently, expansion of agriculture onto the peatlands has intensified markedly as demands for staple food, horticultural crops, and estate crops continue to increase. Nevertheless, the success of cropping on the peatlands has remained very variable with generally low yields, due to the presence of various constraints both inherent and those resulting from reclamation practices. The reclamation, or conversion of peatland, for agriculture involves drainage and land clearing which inevitably produce changes in the physical, chemical, and even biological properties of the peat soil, which, in turn will impact on the severity of constraints for cropping. In addition, subsequent cultivation practices will also have an influence on these properties. In terms of physical properties, drainage will result in peat subsidence occurring relatively rapidly in the first 4-10 years, and slowing down to a somewhat constant rate thereafter. With subsidence and compaction, various changes in the soil physical properties will occur including increased bulk density, and decreased total porosity, 02 diffusion� air capacity, available water volume, and water infiltration rate. Other problems associated with subsidence area truncated land surface and the exposure of decaying tree trunks which pose tillage problems. After drainage and soil tillage, peat decomposition rate will increase further contributing to increase in bulk density. Excessive drying of the peat soil will result in hydrophobicity which makes it much more suscetipble to surface erosion. With regards to chemical properties, drainage and tillage will increase CO, release due to increased peat decomposition rate, which in turn will result in acidification. However, this is offset by the effect of drainage in expelling toxic and non toxic organic acids. If the peat layer is underlain by pyrite (FeS2) which may be exposed or brought to the surface by canal construction, tillage, or "surjan" construction, thus resulting pyrite oxidation, and segmentially will cause extreme lowering of the soil pH (to pH 2.0, or lower). On the other hand, if the underlying material is quartzitic sand, a complete loss of the peat layer through oxidation and burning will render the land unarable. Cultivation practices, particularly excessive use of lime and ash could result in an excessively high pH which would severely depress micronutrient availability. Liming and ash application will also increase microbial activity which, in turn, further increase peat decomposition rate. Keywords : tropical peat, physical and chemical characteristics, conversion, agriculture