ADA MIGAS DI LADANG PETANI BOJONEGORO

Dalam beberapa dekade belakangan, Indonesia menjadi sorotan dunia internasional karena potensi minyak dan gas (migas) yang begitu berlimpah. Industri migas di Indonesia dapat ditemukan di beberapa kawasan, seperti lepas pantai, hutan, dan bahkan wilayah pedesaan. Menurut data Badan Pengkajian dan Pe...

Full description

Bibliographic Details
Main Authors: Widodo, Widodo, One, Defirentia, Wahyuono, Danang
Format: Book
Language:English
Published: LPPM UGM 2013
Subjects:
Online Access:https://repository.ugm.ac.id/273098/1/Ada%20Migas%20di%20Ladang%20Petani.pdf
_version_ 1826049674054729728
author Widodo, Widodo
One, Defirentia
Wahyuono, Danang
author2 Widodo, Widodo
author_facet Widodo, Widodo
Widodo, Widodo
One, Defirentia
Wahyuono, Danang
author_sort Widodo, Widodo
collection UGM
description Dalam beberapa dekade belakangan, Indonesia menjadi sorotan dunia internasional karena potensi minyak dan gas (migas) yang begitu berlimpah. Industri migas di Indonesia dapat ditemukan di beberapa kawasan, seperti lepas pantai, hutan, dan bahkan wilayah pedesaan. Menurut data Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (1998), potensi migas Indonesia sebagian besar ditemukan di kawasan lepas pantai (offshore) , misalnya di perairan Madura, Kalimantan, dan Aceh. Sedangkan di Kabupaten Bojonegoro, industri migas sebagian besar ditemukan di kawasan pedesaan dan hutan, hanya sebagian kecil yang berada di kawasan perkotaan. Keberadaan beberapa sumur migas membentuk blok-blok migas di Bojonegoro yang kian hari semakin berkembang jumlahnya. Blok migas tersebut antara lain Blok Cepu, Blok Tuban, Blok Gundih, Blok Nona dan Blok Blora. Dalam setiap blok tersebut terdapat beberapa lapangan migas, misalnya di Blok Cepu terdapat lapangan Banyuurip, Jambaran dan Alastuwo Barat serta Timur. Di Blok Tuban terdapat lapangan Sukowati Pad A dan B, sedangkan di Blok Gundih terdapat lapangan Tiung Biru. Tersebarnya beberapa lapangan migas tersebut sudah mengindikasikan seberapa besar kekayaan alam yang terkandung di perut bumi daerah itu. Kendati angka pastinya masih menjadi perdebatan, namun data yang dihimpun dalam Tabloid Flamma dari beberapa pihak berikut sudah menunjukkan angka yang cukup fantastis. Analisa kandungan migas di Blok Cepu adalah sebagai berikut: (i) menurut anggota DPR RI Drajat Wibowo, kandungan minyak sebesar 700 juta barel dan gas sebesar 3,31 kaki trilyun kubik, (ii) menurut Kwik Kian Gie kandungan minyak sebesar 2 Milyar barel, (iii) menurut ExxonMobil sebesar 250 juta barel dengan kandungan gas yang belum bisa diperkirakan, (iv) serta dari data yang pernah diberitakan kompas sebesar 1,1 Milyar barel di kedalam kurang dari 1.700 meter dan 11 Milyar barel di atas kedalam 2.000 meter . Awal tahun 2000an, ruang publik masyarakat Bojonegoro mulai dihangatkan dengan akan dimulainya proses eksploitasi cadangan migas yang begitu besar yang selanjutnya dikenal dengan Blok Cepu. Harapan besar mulai muncul, sekalipun tak steril pula dari persoalan. Hampir bersamaan dengan Blok Cepu, dimulai pula aktivitas awal sumur migas di sekitar Kota Bojonegoro yang kemudian dinamai Blok Tuban. Keberadaan dua blok migas tersebut menjadi magnet bagi masyarakat lokal hingga internasional. Pasalnya, Bojonegoro yang selama ini dikenal sebagai kota jati tak lama kemudian menjadi daya tarik tersendiri bagi investor yang berkompetisi memperebutkan kesempatan bisnis migas. Awalnya hanya sayup-sayup terdengar, namun ditemukannya potensi migas Bojonegoro menjadi pemberitaan yang kian menarik bagi media lokal hingga internasional. Migas telah menjadi ikon baru Bojonegoro, hingga media pun menjulukinya sebagai “Indonesia’s texas”. Kondisi sosial, ekonomi serta budaya masyarakat Bojonegoro sedikit banyak akan terpengaruh geliat industri migas. Keberadaan industri migas di wilayah pedesaan Bojonegoro, akan berhadapan dengan kultur masyarakat agraris, sehingga rentan berakibat pada terjadinya benturan sosial yang intensif. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi sosial budaya masyarakat desa di lokasi industri migas yang ditandai dengan tingkat pendidikan dan kemampuan ekonomi relatif rendah. Dengan kondisi sosial ekonomi seperti itu, banyak masyarakat yang tidak mampu mengakses manfaat langsung dari keberadaan industri migas di wilayahnya. Tidak hanya itu, perbedaan sosial, ekonomi, dan budaya yang terbentuk antara masyarakat lokal dengan para pendatang cenderung memunculkan kesenjangan serta kantong-kantong masyarakat yang eksklusif. Situasi dan kondisi sosial yang ada di industri migas sangat berpotensi menimbulkan ketegangan sosial baik antara masyarakat dengan pihak pendatang, masyarakat dengan perusahaan migas, antara masyarakat yang tidak mampu dengan masyarakat yang mampu mengakses manfaat langsung dari perusahaan, juga antara masyarakat dengan pemerintah. Pada akhirnya, masyarakat lokal sering hanya menjadi penonton dalam hiruk pikuk industri migas di wilayah mereka sendiri. Sementara itu, banyak laporan menunjukkan bahwa wilayah Bojonegoro sebagai pemilik potensi migas terbesar, masih menghadapi masalah kemiskinan di wilayah-wilayah berlokasinya sumur migas. Laporan tersebut dapat dilihat pada publikasi penelitian maupun pada situs-situs berita nasional dan internasional. Seperti yang dilaporkan Reuters, Bojonegoro sebagai pemilik cadangan minyak mentah terbesar di Asia Tenggara mencapai 350 juta barel, masih dihadapkan pada persoalan kemiskinan. Laporan tersebut menegaskan bahwa terlepas dari kepemilikan cadangan minyak yang berlimpah, Kabupaten Bojonegoro termasuk dalam peringkat keempat kabupaten termiskin di Propinsi Jawa Timur. Fakta serupa juga diungkap oleh media lokal, Suara Banyuurip, bahwa dari total jumlah penduduk 1,4 juta jiwa, jumlah warga miskin mencapai 128.981 keluarga/rumah tangga miskin. Laporan ini secara sederhana menggambarkan bahwa di daerah kaya migas sekalipun masih banyak masyarakat miskin yang hidup tidak sejahtera. Di lain pihak, Dana Bagi Hasil (DBH) baru diterima pasca operasional industri migas dilakukan, sementara inflasi sudah terjadi sejak eksplorasi dilakukan. Dengan masih banyaknya masyarakat miskin di kawasan ini, maka terjadinya inflasi akan memicu penurunan taraf kehidupan masyarakat. Belum lagi, kehadiran industri migas dipastikan akan memunculkan kompetisi di antara masyarakat untuk dapat mengakses manfaat langsung. Jika situasi tersebut tidak direspon maka dipastikan ketegangan dan konflik sosial menjadi hal yang tidak terhindarkan. Oleh karena itu, upaya peningkatan kesejahteraan harus segera dilakukan dengan berbagai strategi dan upaya teknis. Dalam konteks ini, percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kesiapan masyarakat terhadap kehadiran industri menjadi hal yang urgen. Proses pembangunan masyarakat perlu berjalan secara linier dengan pembangunan industri migas dan harus diupayakan berjalan secara berkelanjutan. Hal tersebut berguna untuk meningkatkan partisipasi, kapasitas, serta aksesibilitas masyarakat dalam proses pembangunan, sehingga mereka dapat menerima manfaat langsung dari pembangunan. Masyarakat perlu mengenali kembali potensi-potensi yang ada di wilayahnya dan tidak serta merta menggantungkan kemakmuran dari hasil industri migas.
first_indexed 2024-03-13T23:50:18Z
format Book
id oai:generic.eprints.org:273098
institution Universiti Gadjah Mada
language English
last_indexed 2024-03-13T23:50:18Z
publishDate 2013
publisher LPPM UGM
record_format dspace
spelling oai:generic.eprints.org:2730982017-02-20T01:08:55Z https://repository.ugm.ac.id/273098/ ADA MIGAS DI LADANG PETANI BOJONEGORO Widodo, Widodo One, Defirentia Wahyuono, Danang Animal Production Agricultural and Veterinary Sciences not elsewhere classified Social Sciences Dalam beberapa dekade belakangan, Indonesia menjadi sorotan dunia internasional karena potensi minyak dan gas (migas) yang begitu berlimpah. Industri migas di Indonesia dapat ditemukan di beberapa kawasan, seperti lepas pantai, hutan, dan bahkan wilayah pedesaan. Menurut data Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (1998), potensi migas Indonesia sebagian besar ditemukan di kawasan lepas pantai (offshore) , misalnya di perairan Madura, Kalimantan, dan Aceh. Sedangkan di Kabupaten Bojonegoro, industri migas sebagian besar ditemukan di kawasan pedesaan dan hutan, hanya sebagian kecil yang berada di kawasan perkotaan. Keberadaan beberapa sumur migas membentuk blok-blok migas di Bojonegoro yang kian hari semakin berkembang jumlahnya. Blok migas tersebut antara lain Blok Cepu, Blok Tuban, Blok Gundih, Blok Nona dan Blok Blora. Dalam setiap blok tersebut terdapat beberapa lapangan migas, misalnya di Blok Cepu terdapat lapangan Banyuurip, Jambaran dan Alastuwo Barat serta Timur. Di Blok Tuban terdapat lapangan Sukowati Pad A dan B, sedangkan di Blok Gundih terdapat lapangan Tiung Biru. Tersebarnya beberapa lapangan migas tersebut sudah mengindikasikan seberapa besar kekayaan alam yang terkandung di perut bumi daerah itu. Kendati angka pastinya masih menjadi perdebatan, namun data yang dihimpun dalam Tabloid Flamma dari beberapa pihak berikut sudah menunjukkan angka yang cukup fantastis. Analisa kandungan migas di Blok Cepu adalah sebagai berikut: (i) menurut anggota DPR RI Drajat Wibowo, kandungan minyak sebesar 700 juta barel dan gas sebesar 3,31 kaki trilyun kubik, (ii) menurut Kwik Kian Gie kandungan minyak sebesar 2 Milyar barel, (iii) menurut ExxonMobil sebesar 250 juta barel dengan kandungan gas yang belum bisa diperkirakan, (iv) serta dari data yang pernah diberitakan kompas sebesar 1,1 Milyar barel di kedalam kurang dari 1.700 meter dan 11 Milyar barel di atas kedalam 2.000 meter . Awal tahun 2000an, ruang publik masyarakat Bojonegoro mulai dihangatkan dengan akan dimulainya proses eksploitasi cadangan migas yang begitu besar yang selanjutnya dikenal dengan Blok Cepu. Harapan besar mulai muncul, sekalipun tak steril pula dari persoalan. Hampir bersamaan dengan Blok Cepu, dimulai pula aktivitas awal sumur migas di sekitar Kota Bojonegoro yang kemudian dinamai Blok Tuban. Keberadaan dua blok migas tersebut menjadi magnet bagi masyarakat lokal hingga internasional. Pasalnya, Bojonegoro yang selama ini dikenal sebagai kota jati tak lama kemudian menjadi daya tarik tersendiri bagi investor yang berkompetisi memperebutkan kesempatan bisnis migas. Awalnya hanya sayup-sayup terdengar, namun ditemukannya potensi migas Bojonegoro menjadi pemberitaan yang kian menarik bagi media lokal hingga internasional. Migas telah menjadi ikon baru Bojonegoro, hingga media pun menjulukinya sebagai “Indonesia’s texas”. Kondisi sosial, ekonomi serta budaya masyarakat Bojonegoro sedikit banyak akan terpengaruh geliat industri migas. Keberadaan industri migas di wilayah pedesaan Bojonegoro, akan berhadapan dengan kultur masyarakat agraris, sehingga rentan berakibat pada terjadinya benturan sosial yang intensif. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi sosial budaya masyarakat desa di lokasi industri migas yang ditandai dengan tingkat pendidikan dan kemampuan ekonomi relatif rendah. Dengan kondisi sosial ekonomi seperti itu, banyak masyarakat yang tidak mampu mengakses manfaat langsung dari keberadaan industri migas di wilayahnya. Tidak hanya itu, perbedaan sosial, ekonomi, dan budaya yang terbentuk antara masyarakat lokal dengan para pendatang cenderung memunculkan kesenjangan serta kantong-kantong masyarakat yang eksklusif. Situasi dan kondisi sosial yang ada di industri migas sangat berpotensi menimbulkan ketegangan sosial baik antara masyarakat dengan pihak pendatang, masyarakat dengan perusahaan migas, antara masyarakat yang tidak mampu dengan masyarakat yang mampu mengakses manfaat langsung dari perusahaan, juga antara masyarakat dengan pemerintah. Pada akhirnya, masyarakat lokal sering hanya menjadi penonton dalam hiruk pikuk industri migas di wilayah mereka sendiri. Sementara itu, banyak laporan menunjukkan bahwa wilayah Bojonegoro sebagai pemilik potensi migas terbesar, masih menghadapi masalah kemiskinan di wilayah-wilayah berlokasinya sumur migas. Laporan tersebut dapat dilihat pada publikasi penelitian maupun pada situs-situs berita nasional dan internasional. Seperti yang dilaporkan Reuters, Bojonegoro sebagai pemilik cadangan minyak mentah terbesar di Asia Tenggara mencapai 350 juta barel, masih dihadapkan pada persoalan kemiskinan. Laporan tersebut menegaskan bahwa terlepas dari kepemilikan cadangan minyak yang berlimpah, Kabupaten Bojonegoro termasuk dalam peringkat keempat kabupaten termiskin di Propinsi Jawa Timur. Fakta serupa juga diungkap oleh media lokal, Suara Banyuurip, bahwa dari total jumlah penduduk 1,4 juta jiwa, jumlah warga miskin mencapai 128.981 keluarga/rumah tangga miskin. Laporan ini secara sederhana menggambarkan bahwa di daerah kaya migas sekalipun masih banyak masyarakat miskin yang hidup tidak sejahtera. Di lain pihak, Dana Bagi Hasil (DBH) baru diterima pasca operasional industri migas dilakukan, sementara inflasi sudah terjadi sejak eksplorasi dilakukan. Dengan masih banyaknya masyarakat miskin di kawasan ini, maka terjadinya inflasi akan memicu penurunan taraf kehidupan masyarakat. Belum lagi, kehadiran industri migas dipastikan akan memunculkan kompetisi di antara masyarakat untuk dapat mengakses manfaat langsung. Jika situasi tersebut tidak direspon maka dipastikan ketegangan dan konflik sosial menjadi hal yang tidak terhindarkan. Oleh karena itu, upaya peningkatan kesejahteraan harus segera dilakukan dengan berbagai strategi dan upaya teknis. Dalam konteks ini, percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kesiapan masyarakat terhadap kehadiran industri menjadi hal yang urgen. Proses pembangunan masyarakat perlu berjalan secara linier dengan pembangunan industri migas dan harus diupayakan berjalan secara berkelanjutan. Hal tersebut berguna untuk meningkatkan partisipasi, kapasitas, serta aksesibilitas masyarakat dalam proses pembangunan, sehingga mereka dapat menerima manfaat langsung dari pembangunan. Masyarakat perlu mengenali kembali potensi-potensi yang ada di wilayahnya dan tidak serta merta menggantungkan kemakmuran dari hasil industri migas. LPPM UGM Widodo, Widodo One, Defirentia Wahyuono, Danang 2013 Book NonPeerReviewed application/pdf en https://repository.ugm.ac.id/273098/1/Ada%20Migas%20di%20Ladang%20Petani.pdf Widodo, Widodo and One, Defirentia and Wahyuono, Danang (2013) ADA MIGAS DI LADANG PETANI BOJONEGORO. LPPM UGM, Yogyakarta. ISBN 978-602-951-805-4
spellingShingle Animal Production
Agricultural and Veterinary Sciences not elsewhere classified
Social Sciences
Widodo, Widodo
One, Defirentia
Wahyuono, Danang
ADA MIGAS DI LADANG PETANI BOJONEGORO
title ADA MIGAS DI LADANG PETANI BOJONEGORO
title_full ADA MIGAS DI LADANG PETANI BOJONEGORO
title_fullStr ADA MIGAS DI LADANG PETANI BOJONEGORO
title_full_unstemmed ADA MIGAS DI LADANG PETANI BOJONEGORO
title_short ADA MIGAS DI LADANG PETANI BOJONEGORO
title_sort ada migas di ladang petani bojonegoro
topic Animal Production
Agricultural and Veterinary Sciences not elsewhere classified
Social Sciences
url https://repository.ugm.ac.id/273098/1/Ada%20Migas%20di%20Ladang%20Petani.pdf
work_keys_str_mv AT widodowidodo adamigasdiladangpetanibojonegoro
AT onedefirentia adamigasdiladangpetanibojonegoro
AT wahyuonodanang adamigasdiladangpetanibojonegoro