Makna Historisitas dalam Filsafat Pancasila

Bangsa Indonesia pada tahun 1994 akan memasuki Pembangunan Jangka Panjang Kedua. Pada tahap ini industrialisasi akan mendapat porsi yang lebih banyak. Pembangunan yang berlandaskan pada industrialisasi ini tentu akan menggunakan teknologi yang sebagian besar berasal dari Barat. Teknologi Barat pada...

Full description

Bibliographic Details
Main Author: Munir, Misnal
Format: Other
Language:English
Published: Fakultas Filsafat UGM 1993
Subjects:
Online Access:https://repository.ugm.ac.id/279069/1/Makna%20Historisitas%20dalam%20filsafat%20pancasila_%20Misnal%20Munir_1993.pdf
_version_ 1797037415257341952
author Munir, Misnal
author_facet Munir, Misnal
author_sort Munir, Misnal
collection UGM
description Bangsa Indonesia pada tahun 1994 akan memasuki Pembangunan Jangka Panjang Kedua. Pada tahap ini industrialisasi akan mendapat porsi yang lebih banyak. Pembangunan yang berlandaskan pada industrialisasi ini tentu akan menggunakan teknologi yang sebagian besar berasal dari Barat. Teknologi Barat pada umumnya berdiri pada landasan ontologi yang naterialistik, artinya teknologi yang dikembangkan itu hanya nelihat aspek materi sebagai dasar pengembangannya. Oleh sebab itu bagi bangsa Indonesia, jika hendak mengembangkan teknologi Barat itu sebagai landasan Pembangunan Nasional. maka perlu diberi landasan yang spiritualistik, agar perjalanan sejarah Indonesia tetap konsisten dengan nilai-nilai pancasila. Sebab tujuan hidup bangsa Indonesia tidak hanya mengejar kesenangan duniawi, akan tetapi juga henddakmewujudkan tercapai kebahagiaan. Penelitian yang bersifat kepustakaan ini menggunakan metode hermeneutika untuk menelaah pandangan atau pikiran- pikiran filosof dan aliran-aliran tentang historisitas yang bersumber dari buku-buku teks. Untuk mempertajam pemahaman juga dilakukan komparasi antar pandangan. Sepanjang sejarah filsafat Barat telah dikemukakan berbagai pandangan tentang historisitas. Hegel melihat histo risitas manusia dari sisi roh (spiritualitas) yang berpuncak pada tercapainya tahap Roh Mutlak, sedangkan Marx hanya melihat materi sebagai unsur pokok perkembangan sejarah kemanusiaan yang puncaknya pada masyarakat Komunis. Auguste Comte melihat perkembangan sejarah kemanusiaan bergerak secara linear menuju masyarakat positif. Ketiga tokoh ini melihat perkembangan berakhir jika tahap yang mereka gambar kan telah tercapai, dan menutup kemungkinan bagi perkembangan sejarah berikutnya. Dua tokoh eksistensialis Heidegger dan Berdyaev menolak pandangan sejarah yang tertutup itu. Bagi mereka sejarah justru merupakan arena tempat manusia mengem bangkan eksistesinya secara bebas. Masa depan tidak tertutup, akan tetapi penuh dengan serba kemungkinan. Pancasila sebagai Pandangan Hidup dan Dasar Negara Indonesia, yang bersumber dari Agama, adat-istiadat dan kebudayaan bangsa Indonesia, menekankan perkembangan yang seimbang antara aspek materialitas dengan aspek spiritualitas yang selalu terbuka ke arah masa depan. Masa lampau bukan hasil rekaan manusia, tetapi sesuatu yang konkrit terjadi sebagai titik pijak dalam menyongsong masa depan yang lebih baik. Dalam menyongsong masa depan yang lebih baik itu bangsa Indonesia meyakini adanya peranan Tuhan sebagai penentu terakhir. Makna historisitas dalam filsafat Pancasila merupakan dinamika perkembangan membangun manusia seutuhnya yang mengejar kebahagian lahiriah dan kebahagian batiniah. Sejarah manusia tidak hanya berdinensi kekinian, namun juga memilki dimensi eskatologis (keakhiratan). Oleh sebab itu Pembangunan Nasional tidak seharusnya hanya menekankan pada pembangunan fisik, tetapi yang lebih penting adalah pembangunan mental spiritual.
first_indexed 2024-03-14T00:02:57Z
format Other
id oai:generic.eprints.org:279069
institution Universiti Gadjah Mada
language English
last_indexed 2024-03-14T00:02:57Z
publishDate 1993
publisher Fakultas Filsafat UGM
record_format dspace
spelling oai:generic.eprints.org:2790692023-11-01T00:32:20Z https://repository.ugm.ac.id/279069/ Makna Historisitas dalam Filsafat Pancasila Munir, Misnal Other Philosophy and Religious Studies Philosophy and Religious Studies not elsewhere classified Bangsa Indonesia pada tahun 1994 akan memasuki Pembangunan Jangka Panjang Kedua. Pada tahap ini industrialisasi akan mendapat porsi yang lebih banyak. Pembangunan yang berlandaskan pada industrialisasi ini tentu akan menggunakan teknologi yang sebagian besar berasal dari Barat. Teknologi Barat pada umumnya berdiri pada landasan ontologi yang naterialistik, artinya teknologi yang dikembangkan itu hanya nelihat aspek materi sebagai dasar pengembangannya. Oleh sebab itu bagi bangsa Indonesia, jika hendak mengembangkan teknologi Barat itu sebagai landasan Pembangunan Nasional. maka perlu diberi landasan yang spiritualistik, agar perjalanan sejarah Indonesia tetap konsisten dengan nilai-nilai pancasila. Sebab tujuan hidup bangsa Indonesia tidak hanya mengejar kesenangan duniawi, akan tetapi juga henddakmewujudkan tercapai kebahagiaan. Penelitian yang bersifat kepustakaan ini menggunakan metode hermeneutika untuk menelaah pandangan atau pikiran- pikiran filosof dan aliran-aliran tentang historisitas yang bersumber dari buku-buku teks. Untuk mempertajam pemahaman juga dilakukan komparasi antar pandangan. Sepanjang sejarah filsafat Barat telah dikemukakan berbagai pandangan tentang historisitas. Hegel melihat histo risitas manusia dari sisi roh (spiritualitas) yang berpuncak pada tercapainya tahap Roh Mutlak, sedangkan Marx hanya melihat materi sebagai unsur pokok perkembangan sejarah kemanusiaan yang puncaknya pada masyarakat Komunis. Auguste Comte melihat perkembangan sejarah kemanusiaan bergerak secara linear menuju masyarakat positif. Ketiga tokoh ini melihat perkembangan berakhir jika tahap yang mereka gambar kan telah tercapai, dan menutup kemungkinan bagi perkembangan sejarah berikutnya. Dua tokoh eksistensialis Heidegger dan Berdyaev menolak pandangan sejarah yang tertutup itu. Bagi mereka sejarah justru merupakan arena tempat manusia mengem bangkan eksistesinya secara bebas. Masa depan tidak tertutup, akan tetapi penuh dengan serba kemungkinan. Pancasila sebagai Pandangan Hidup dan Dasar Negara Indonesia, yang bersumber dari Agama, adat-istiadat dan kebudayaan bangsa Indonesia, menekankan perkembangan yang seimbang antara aspek materialitas dengan aspek spiritualitas yang selalu terbuka ke arah masa depan. Masa lampau bukan hasil rekaan manusia, tetapi sesuatu yang konkrit terjadi sebagai titik pijak dalam menyongsong masa depan yang lebih baik. Dalam menyongsong masa depan yang lebih baik itu bangsa Indonesia meyakini adanya peranan Tuhan sebagai penentu terakhir. Makna historisitas dalam filsafat Pancasila merupakan dinamika perkembangan membangun manusia seutuhnya yang mengejar kebahagian lahiriah dan kebahagian batiniah. Sejarah manusia tidak hanya berdinensi kekinian, namun juga memilki dimensi eskatologis (keakhiratan). Oleh sebab itu Pembangunan Nasional tidak seharusnya hanya menekankan pada pembangunan fisik, tetapi yang lebih penting adalah pembangunan mental spiritual. Fakultas Filsafat UGM 1993-07-31 Other NonPeerReviewed application/pdf en https://repository.ugm.ac.id/279069/1/Makna%20Historisitas%20dalam%20filsafat%20pancasila_%20Misnal%20Munir_1993.pdf Munir, Misnal (1993) Makna Historisitas dalam Filsafat Pancasila. Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta. (Unpublished) KKI 181.16 Mun m
spellingShingle Other Philosophy and Religious Studies
Philosophy and Religious Studies not elsewhere classified
Munir, Misnal
Makna Historisitas dalam Filsafat Pancasila
title Makna Historisitas dalam Filsafat Pancasila
title_full Makna Historisitas dalam Filsafat Pancasila
title_fullStr Makna Historisitas dalam Filsafat Pancasila
title_full_unstemmed Makna Historisitas dalam Filsafat Pancasila
title_short Makna Historisitas dalam Filsafat Pancasila
title_sort makna historisitas dalam filsafat pancasila
topic Other Philosophy and Religious Studies
Philosophy and Religious Studies not elsewhere classified
url https://repository.ugm.ac.id/279069/1/Makna%20Historisitas%20dalam%20filsafat%20pancasila_%20Misnal%20Munir_1993.pdf
work_keys_str_mv AT munirmisnal maknahistorisitasdalamfilsafatpancasila