RESPON TULANG DAN GINJAL TERHADAP KONSUMSI IKAN TERI TAWAR DAN ASIN PADA TIKUS PENDERITA OSTEOPATI: STUDI PENANGGULANGAN OSTEODISTROFIA FIBROSA

Permasalahan kesehatan yang berkaitan dengan status mineral Ca dan P hingga sekarang masih banyak ditemukan. Hal itu muncul, disebabkan antara lain oleh defisiensi mineral yang berkaitan dengan jeleknya absorpsi mineral dari usus akibat kandungan mineral dalam pakan/makanan yang rendah ataupun kesal...

Full description

Bibliographic Details
Main Author: , Hartiningsih, dkk
Format: Article
Published: [Yogyakarta] : Lembaga Penelitian UGM 2001
Description
Summary:Permasalahan kesehatan yang berkaitan dengan status mineral Ca dan P hingga sekarang masih banyak ditemukan. Hal itu muncul, disebabkan antara lain oleh defisiensi mineral yang berkaitan dengan jeleknya absorpsi mineral dari usus akibat kandungan mineral dalam pakan/makanan yang rendah ataupun kesalahan imbangan mineral dan perubahan perubahan fungsi tubuh yang berhubungan dengan umur maupun status hormon. Tulang sebagai organ yang mengandung sebagian besar Ca dan P tubuh dan bertindak sebagai pengendali keseimbangan Ca da P ekstraseluler sering mengalami perubahan patologik. Sebagai akibat bergesemya keseimbangan pengendapan dan pembongkaran tulang bisa teijadi gangguan tulang berupa demineralisasi tulang (osteomalacia) maupun atrofi tulang (osteoporosis, osteodistrofia) yang ditandai dengan penurtman kandungan mineral Ca dan P (Siegenthaler, 1994). Dalam rangka pencegahan gangguan gangguan tersebut diperlukan suatu kajian dasar mengenai penggunaan jenis makanan/pakan sebagai sumber Ca dan P. Ikan adalah makanan hasil laut yang banyak terdapat dimanapun, termasuk di Indonesia. Sebagian ikan, seperti udang dan teri (tawar atau asin), diketahui memiliki kandungan Ca dan P yang cukup besar dan dalam keseimbangan yang baik (1: 1 2: 1). Di tengah tengah masyarakat khususnya Indonesia dijumpai ikan yang tersedia dalam bentuk segar/tawar maupun awetan yang telah diberi perlakuan penggaraman (NaCl). Penelitian terdahulu mengenai konsumsi ikan teri (tawar) pada tikus normal (sehat) menunjukkan bahwa teri dapat menjadi pemasok mineral Ca dan P yang cukup baik dan mendukung proses mineralisasi tulang (Widiyono et al., 1999). Meskipun demikian, hewan yang mengkonsumsi ikan tersebut menunjukkan adanya ekskresi P melalui ginjal yang lebih tinggi. Penelitian pada hewan ruminansia (domba dan pedet) menunjukkan bahwa konsumsi tepung ikan dalam bentuk konsentrat membawa dampak berupa peningkatan pembuangan mineral (P) melalui urin. Sementara itu, penelitian pada anjing dan domba normal menunjukkan bahwa pemberian Na (NACl) akan meningkatkan pelepasan Ca melalui ginjal pula. Bagaimana pengaruh konsumsi ikan laut, baik sediaan tawar maupun asin, terhadap metabolisme mineral Ca dan P pada beberapa organ tubuh (tulang dan ginjal) dan respon organ organ tersebut terhadap konsumsi ikan tawar maupun ikan asin khususnya pada individu penderita demineralisasi atau atrofi tulang hingga sekarang belum dikaji/dilaporkan. Studi ini dimaksudkan untuk mengevaluasi pengaruh konsumsi pakan yang mengandung ikan teri tawar maupun asin terhadap metabolisme Ca dan P serta respon (struktural dan atau kimiawi) jaringan (tulang dan ginjal) pada tikus penderita gangguan mineralisasi tulang. Setibanya di laboratorium, 20 tikus betina umur 6 minggu secara acak dibagi dalam 4 kelompok (AB,C,D). Setiap hewan ditempatkan dalam kandang metabolik dan diberi pakan tikus standar (ratio Ca:P = 1,5: 1) serta air minum. secara ad libitum. Pada umur 7 minggu hewan kelompok B, C dan D diberi pakan yang memiliki ratio Ca:P =1,5:6 (sebanyak 10% berat badan) untuk membuat hewan hewan tersebut menderita gangguan mineralisasi tulang (osteodistrofia) sebagaimana yang dilakukan oleh Hartiningsih dan Wuryastuti (1996). Pada umur 15 minggu, dilakukan koleksi darah dan tulang untuk tujuan pemeriksaan dan penentuan status degenerasi tulang yang telah terjadi. Sejak umur 15 minggu hewan kelompok C dan D masing masing memperoleh pakan yang mengandung teri tawar dan pakan dengan teri asin (20% berat pakan). Pakan yang diberikan pada kelompok C dan D memiliki kandungan Ca dan P yang sama dengan ratio Ca:P =15:1. Pada umur 20 minggu dilakukan koleksi urin untuk pemeriksaan ekskresi urin dan mineral. Setelah dilakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan kimiawi darah, hewan dibunuh. Ginjal dan tulang femur kiri diangkat dan difiksasi dalam formalin 10% untuk pemeriksaan histopatologik, sedangkan ginjal kanan diangkat, didekapsulasi, ditimbang beratnya dan disimpan pada suhu 20oC. Tulang femur kanan diangkat dan dibersihkan dari jaringan lain dan selanjutnya disimpan pada suhu 20oC. Guna pemeriksaan kandungan Ca dan P, sampel pakan, tulang dan ginjal dikeringkan dan diperabukan yang selanjutnya diekstraksi dengan larutan HCl Kalsium (Ca) diperiksa dengan menggunakan metode o kresophthalein komplexon (Ray Sarker dan Chaunan, 1967) sedang P anorganik diperiksa dengan metode molibdat vanadat (Kruse Jarres, 1979). Pemeriksaan Ca dan P anorganik dalam plasma juga dilakukan dengan metode yang sama. Kreatinin dan alkaline phosphatase dianalisis dengan menggunakan kit yang diproduksi Sigma. Data dianalisis dengan menggunakan analisis t Test untuk menguji perbedaan perbedaan antar perlakuan. Gambaran histopatologik tulang dan ginjal dianalisa secara deskriptif. Dengan perlakukan pemberian pakan tinggi P selama 8 minggu telah dapat diproduksi individu penderita osteopati (osteodistrofia) yang ditandai dengan adanya penurunan mineralisasi matriks tulang dan perubahan histopatologik pada tulang femur. Selain itu juga dijumpai adanya perubahan patologik pada ginjal berupa nefritis, endapan mineral, dan peningkatan kandungan mineral (Ca dan P). Hewan penderita osteodistrofia tersebut selanjutnya diberi perlakuan dengan pakan yang mengandung teri tawar (pakan C) atau teri asin (pakan D) dengan imbangan Ca:P=1,5:1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hewan yang mengkonsumsi pakan teri asin (kelompok D) memproduksi urin tiga kali lebih banyak dibanding hewan yang mengkonsumsi pakan teri tawar, kelompok C (34,43±4,01 ml/d vs. 10,38±2,76 ml/d). Ekskresi Pi dan Ca pada kelompok D juga lebih tinggi secara sigriifikan dibanding ekskresi pada kelompok C. Pemeriksaan terhadap ginjal menunjukkan bahwa berat ginjal, kandungan mineral (Ca dan P) dan gambaran histologik ginjal pada kedua kelompok tersebut tidak berbeda secara signifikan. Lebih dari itu pada pemeriksaan terhadap tulang femur ditemukan bahwa densitas abu, mineralisasi matrik dan gambaran histologik pada kedua kelompok tersebut juga tidak ada perbedaan yang signifikan. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1) Konsumsi teri tawar dan asin dapat mendukung mineralisasi tulang dan tidak menimbulkan efek negatif pada jaringan ginjal, 2) Konsumsi teri asin menyebabkan perubahan penanganan ginjal terhadap air dan elektrolit yang ditandai dengan adanya poliuria dan elektrolituria.