Summary: | Khemoterapetika yang spesifik dan juga vaksin yang efektif untuk penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini belum tersedia, maka upaya pemberantasannya ditekankan pada pengendalian vektornya untuk memutus rantai penularannya. Penggunaan insektisida masih berperan penting bahkan tidak dapat ditinggalkan sama sekali, akan tetapi pengalaman menunjukkan bahwa penggunaan insektisida dalam skala luas dan terus-menerus tidak dapat dipertahankan karena menyebabkan resistensi vektor terhadap insektisida tersebut. Insektisida organofosfat (malation dan temefos) telah digunakan dalam program nasional pengendalian vektor DBD di Indonesia sejak tahun 1970-an. Penggunaan insektisida malation dan temefos yang dilakukan sejak tahun 1970-an di Kuala Lumpur, Malaysia telah menyebabkan terjadinya resistensi pada nyamuk Ae. aegypti. Oleh karena itu perlu diteliti status kerentanan nyamuk vektor DBD yaitu Aedes aegypti yang berasaal dari beberapa daerah endemis terhadap insektisida organofosfat. Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) untuk menetapkan status kerentanan atau resistensi nyamuk vektor DBD yang berasal dari daerah endemis di Yogyakarta terhadap insektisida organofosfat. (2) Mendeteksi adanya mekanisme peningkatan enzim esterase nonspesifik pada penurunan kerentanan nyamuk Aedes aegypti.(3) Mengetahui adanya hubungan antara status kerentanan dengan lama dan frekuensi penggunaan insektisida organofosfat secara operasional dalam pengendalian vektor. Penelitian ini adalah eksperimental semu menggunakan rancangan Post-test Only Control Group Design.. Lokasi penelitian meliputi beberapa daerah endemis DBD di daerah Istimewa Yogyakarta. Cara penelitian dengan uji biokemis peningkatan aktivitas enzim esterase nonspesifik pada nyamuk Aedes aegypti yang berasal dari daerah penelitian. Selain uji biokemis dilakukan pula uji hayati yang digunakan sebagai uji silang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa :
1. Nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari daerah endemis DBD di Kabupaten Sleman sebagian besar masih rentan terhadap insektisida organofosfat (87,50%)
2. Nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari daerah endemis DBD di Kotamadya Yogyakarta sebagian besar sudah resisten terhadap insektisida organofosfat (79,17% resisten sedang dan 8,33% resisten tinggi)
3. Nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari daerah endemis DBD di Kabupaten Bantul 50% masih rentan dan 50% sudah resisten terhadap insektisida organofosfat (nalation dan temefos)
4. Nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari daerah endemis DBD di Kabupaten Kulonprogo sebagian besar masih rentan terhadap insektisida organofosfat (96,87%).
Setelah dianalisis dengan One Way ANOVA, data yang diperoleh menunjukkan adanya perbedaan yang sangat bermakna kerentanan nyamuk dari beberapa daerah endemis di Daerah Istimewa Yogyakarta ( F =17,538
|