Summary: | Semenjak krisis ekonomi melanda Indonesia, sektor pertanian dipandang sebagai salah satu sektor yang dapat dijadikan andalan dalam pemulihan (recovery), mengingat bahwa sektor ini juga banyak bertumpu pada ketersediaan, kemampuan dan kesesuaian lahan sebagai modal utama, dan modal ini masih dimiliki oleh rakyat Indonesia. Meskipun demikian, pembangunan di bidang pertanian juga menghadapi kendala, antara lain dalam melakukan prediksi dan estimasi produksi yang terkait dengan perubahan penggunaan lahan yang berlangsung secara cepat. Teknologi pemetaan melalui penginderaan jauh dan sistem informasi geografis (SIG) diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam sajian informasi sebaran penggunaan lahan dan perubahannya yang terjadi secara cepat, sehingga informasi tentang luas area dapat diperoleh secara aktual. Apabila teknik ini digabungkan dengan metode pengumpulan data lapangan diharapkan nilai produksi suatu komoditas dapat diestimasi dengan cepat dan akurat pula terutama untuk wilayah pertanian yang luas lahannya tidak terdata dengan baik. Penelitian ini dimotivasi oleh hasil yang diperoleh pada Penelitian Hibah Bersaing (PHB) V/1 sampai dengan V/3) (tahun 1996 1999). PHB V dalam tiga tahun penelitian tersebut telah berhasil mengembangkan model estimasi tanaman pertanian, khususnya tanaman semusim. Model ini bertumpu pada integrasi model spektal berupa klasifikasi multispektral citra satelit dan model spasial ekologis yang memperhatikan variasi ekologis pola tanaman dalam ruang. Klasifikasi multispektral pada model tersebut mampu mengenali berbagai macam jenis penutup lahan pertanian dengan ketelitian tinggi, baik berdasarkan data satelit hasil satu maupun beberapa tanggal perekaman. Model spasial ekologis mencoba mengenali pola tanam (termasuk rotasi), dalam kaitannya dengan varietas tanaman, kebiasaan petani, dan karakteristik lahan (tanah, drainase, dan sebagainya). Suatu aturan pengontrol berdasarkan macro programming dengan komputer digunakan untuk mengintegrasikan hubungan ekologis antar variabel dalam perangkat lunak pengolah citra digital dan SIG. Model ini bekerja dengan baik pada tanaman tembakau (sekali tanam dalam setahun), padi (satu hingga tiga kali tanam setahun), dan bawang merah (satu hingga tiga kali tanam setahun). Meskipun demikian, hasil ini menyisakan satu agenda pengembangan untuk tanaman tahunan. Penelitian pada PHB IX ini diarahkan pada model pengolahan informasi spektral vegetasi pada tanaman tahunan, terutama tanaman perkebunan, untuk mengestimasi nilai produksinya. Berbeda halnya dengan tanaman semusim di Indonesia yang ditanam pada waktu yang tidak bersamaan, tanaman tahunan biasanya mempunyai periode tanam yang hampir bersamaan untuk petak petak tertentu. Atas dasar pertimbangan itu, transformasi indeks vegetasi yang peka terhadap variasi kerapatan dan sekaligus umur tanaman untuk liputan vegetasi sejenis digunakan secara terpadu dengan klasifikasi multispektral. Disamping itu, teknik knowledge based yang mengintegrasikan informasi spektral vegetasi yang telah diolah dengan data karakteristik lahan perkebunanpun diterapkan dalam lingkungan SIG. Pada tahun pertama, penelitian ini memilih tanaman kopi di perkebunan rakyat dan swasta di wilayah sekitar Kabupaten Malang, Jawa Timur. Secara praktis, metode ini menerapkan beberapa langkah kedua sebagai berikut : (1) penyiapan data (citra) digital satelit Landsat Thematic Mapper hasil perekaman Februari 1997 dan peta daerah penelitian, (2) mengkoreksi citra digital secara radiometrik dan geometrik supaya informasi spektral yang diekstrak dapat benar benar sesuai dengan (atau setidak tidaknya mendekati) kenyataan di lapangan, termasuk posisi pastinya, (3) menerapkan transformasi indeks vegetasi dengan berbagai metode, baik yang dasar/empiris (NDVI, RVI) maupun yang spesifik (Greeness Index, SAVI), maupun klasifikasi multispektral, (4) analisis medan daerah penelitian, dengan kombinasi lereng, tanah dan bentuklahan sebagai satuan analisisnya, (5) kerja lapangan dengan mengumpulkan data produktivitas pada setiap satuan lahan, umur tanaman, karakteristik lahan dan pola tanam yang tidak dapat diperoleh melalui interpretasi citra, serta wawancara dengan petani, (6) analisis data lapangan melalui kajian hubungan antara variabel variabel spektral dan variabel lapangan, (7) pemilihan transformasi indeks vegetasi yang paling tinggi korelasinya dengan umur tanaman, (8) penerapan berbagai transformasi indeks vegetasi untuk memprediksi umur dan produktivitas tanaman pada berbagai kondisis medan vang berbeda beda, (9) uji akurasi model. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang kuat antara nilai spektral tanaman kopi pada tiap saluran spektral Landsat TM dengan umur tanaman tersebut, untuk seluruh sampel. Ketika sampel dikelompokkan ke dalam kategori kategori jarak tanam, rasio tanam dan jenis tanaman pelindung, maka dijumpai bahwa informasi spektral pada saluran inframerah dekat (TM4) berkorelasi cukup kuat dibandingkan dengan data sampel keseluruhan. Meskipun demikian, transformasi indeks vegetasi dengan formula sederhana RVI justru memberikan koefisien determinasi paling tinggi pada tanaman kopi dengan rasio tanam 2:1. Transformasi inilah yang kemudian digunakan untuk memprediksi distribusi spasial umur tanaman di daerah penelitian dengan ciri ciri rasio tanam tersebut. Untuk rasio tanam yang lain, digunakan pendekatan karakteristik medan, temasuk elevasi, sehingga dapat diperoleh peta produktivitas kopi di bagian lain di daerah penelitian. Peta umur tanaman digunakan sebagai dasar estimasi produksi basah kopi, melalui hubungan antara umur dan produktivitas yang telah diketahui dengan pasti. Uji akurasi model yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan independent dataset, yaitu data produktivitas kopi di beberapa lokasi yang dikumpulkan secara terpisah, dan tidak dimasukkan dalam perhitungan korelasi. Selain itu, data statistik daerah juga digunakan sebagai pembanding. Hasil uji akurasi untuk pemetaan penggunaan lahan kebun kopi diperoleh akurasi sebesar 80,8 1 %, sedangkan hasil estimasi produksi basah kopi memberikan nilai 18.833,931 ton, atau punya selisih sebesar 16.05% (2.604,751 ton) dibandingkan data statistik perkebunan tahun 1997.
|