PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TEH TERHADAP TINGKAT PROLIFERASI, DIFRENSIAL DAN INDUKSI APOPTOSIS PADA BIAKAN KERATINOSIT PENDERITA PSORIASIS

Psoriasis merupakan penyakit kulit yang khronik dan residif, ditandai dengan adanya plakat eritroskuamosa, yang dasar kelainannya adalah hiperproliferasi keratinosit. Di samping hiperproliferasi pada lesi psoriasis juga dijumpai peningkatan mediator inflamasi seperti prostaglandin. Epigalo katekin (...

Full description

Bibliographic Details
Main Author: , Sunardi Radiono
Format: Article
Published: [Yogyakarta] : Lembaga Penelitian UGM 2003
Description
Summary:Psoriasis merupakan penyakit kulit yang khronik dan residif, ditandai dengan adanya plakat eritroskuamosa, yang dasar kelainannya adalah hiperproliferasi keratinosit. Di samping hiperproliferasi pada lesi psoriasis juga dijumpai peningkatan mediator inflamasi seperti prostaglandin. Epigalo katekin (-3)-galat , senyawa fenolik utama dalam ekstrak teh hijau dan theaflavin -3-gallate senyawa utama pada teh hitam dilaporkan mempunyai efek anti proliferatif terhadap biakan berbagai jenis sel kanker. Untuk mengkaji kemungkinan pemakaian ekstrak teh sebagai bahan obat untuk psoriasis, dilakukan penelitian in vitro menggunakan epigalokatekin-(3)-galat dan theaflavin-3-gallat sebagai komponen utama senyawa katekin pada ekstrak teh dan ekstrak teh lengkap terhadap tingkat proliferasi, diferensiasi dan induksi apoptosis biakan keratinosit penderita psoriasis. Penetapan kadar senyawa polifenol pada ekstrak teh dilakukan dengan metode HPLC (High Pressure Liquid Chromatography). Untuk tujuan tersebut ekstrak teh yang diperoleh dari tehnik ekstraksi air, dilarutkan dalam metanol. Keratinosit di isolasi dari lesi psoriasis tipe plakat, kulit normal penderita psoriasis dan kulit individu non psoriasis pada daerah abdominal. Biakan dilakukan dengan medium KSFM (Keratinocyte Serum Free Medium). Keratinosit dipisahkan dari dermis dengan menggunakan teknik ensimatik dengan ensim dispase kadar 300 proteinase unit, kemudian dilanjutkan dengan tripsinasi. Fibroblas diisolasi dari dermis lesi dan non lesi dan dibiakkan dalam medium DMEM sesuai standar. Biakan primer ditunggu hingga 70% - 80% konfluensi untuk dipanen sebagai persiapan langkah lebih lanjut. Sebagai upaya mempertahankan sifat alami keratinosit lesi psoriasis, biakan dilakukan dengan menambahkan komponen dermal berupa supematan biakan fibroblas lesional maupun non-lesional dari penderita. Oleh karena metode demikian merupakan metode yang belum dikembangkan sebelumnya, maka pada penelitian tahap pertama terutama ditujukan untuk mengembangkan model induksi pertumbuhan keratinosit lesi atau non lesi serta pengaruh pemberian supernatan biakan fibroblas terhadap tingkat pertumbuhan keratinosit lesi atau non-lesi. Pengujian awal efek ekstrak teh hitam, teh hijau maupun epigalokatekin galat dan teaflavin atau ekstrak standar teh hitam terhadap tingkat proliferasi, diferensiasi dan induksi apoptosis, penelitian dilakukan dengan menggunakan kadar ekstrak yang berjenjang. Untuk menyesuaikan dengan keadaan laboratorium, efek langsung ekstrak teh terhadap keratinosit lesional dan non-lesional pertama dicobakan pada kadar yang relatif rendah, sesuai penelitian pendahuluan yang telah dilakukan terhadap galur sel HaCaT yaitu pada kadar 1 mG/ml, 5 mG/ml, 25 mG/ml dan 50 mG/ml. Pada tahap pertama ini pengukuran tingkat proliferasi keratinosit dilakukan dengan fotodensitometri menggunakan microplate reader dengan penetapan reduksi MTT (3-[4,5-Dimethylthiazol-2-yl]-2-5- diphenyl tetrazolium bromide), oleh karena metode ini relatif cepat dan akurat. Pada pelaksanaan penelitian tahap pertama pengukuran ekspresi penanda proliferasi dengan Ki 67 dan apoptosis dengan TUNEL belum dapat dikerjakan oleh karena waktu pengcrjaan belum memungkinkan. Persoalan utama yang dijumpai dalam penelitian tahap pertama adalah kesulitan untuk dapat menumbuhkan biakan keratinosit. Dari 6 relawan penderita psoriasis yang berusia kurang dari 25 tahun, didapatkan adanya kegagalan oleh karena kontaminasi pada sampel dari 5 penderita. Hambatan lain dalam pelaksanaan penelitian tahap pertama adalah perbaikan fasilitas ruang biakan dan sistem saluran laboratorium yang kebetulan berlangsung selama 6 minggu saat berlangsungnya pembiakan keratinosit. Sehingga pelaksanaan penelitian sempat tertunda hampir 2 bulan. Sebagai hasil pada penelitian tahap pertama, di dapatkan bahwa: 1. Pada kadar bahan uji yang rendah (1 mG/ml, 5 mG/ml, 25 mG/ml dan 50 mG/ml) hanya epigalo katekin galat dapat memberikan efek yang cukup baik untuk pengamatan, sementara bahan uji lain termasuk kontrol positif metotreksat yang telah dipergunakan sebagai obat psoriasis tidak tidak memberikan hasil cukup baik untuk penilaian. Ulangan dengan mcnggunakan kadar ±10 kali lebih tinggi (50 mG/ml, 100 mG/ml, 200 mG/ml dan 400 mG/ml) memberikan hasil yang lebih baik untuk penilaian. EGCG dan ekstrak teh hijau sementara memberikan hasil yang lebih menjanjikan dibanding theaflavin di galat maupun ekstrak teh hitam. 2. Keratinosit lesional dan non lesional mempunyai tingkat pertumbuhan yang relatif sama pada biakan tanpa adanya pengaruh komponen dermal. 3. Penambahan supernatan biakan fibroblas yang telah dipapar dengan bahan uji pada (konsentrasi 50 mG/ml hingga 800 mG/ml) dalam kadar 25% volume total medium keratinosit memberikan hasil yang serupa dengan biakan keratinosit dengan paparan langsung ekstrak teh. 4. Pengukuran kandungan polifenol ekstrak teh (hijau dan hitam) lokal dan larutan standar (epigalokatekin galat dan black tea extraxt, Sigma Lab.) dengan khromatografi cair tekanan tinggi (HPLC) menunjukkan bahwa teh hijau dan teh hitam lokal mempunyai kandungan polifenol yang setara dengan standar. Dari penelitian tahap pertama dapat disimpulkan bahwa: 1. Teh hijau dan teh hitam lokal yang dipakai untuk penelitian mempunyai kandungan polifenol yang setara dengan standar. 2. Keratinosit lesional dan non lesional mempunyai tingkat pertumbuhan yang setara pada biakan tanpa induksi faktor dermal. 3. Kadar yang ideal untuk pengujian paparan langsung bahan uji dari teh adalah 50 mG/ml atau lebih. 4. Pemakaian supernatan biakan fibroblas yang dipapar dengan ekstrak teh terhadap biakan keratinosit lesional maupun non-lesional memberikan hasil yang serupa dengan pemaparan langsung ekstrak teh terhadap biakan keratinosit. 5. Perlu perlakuan yang lebih kompleks (misalnya: penambahan Epidermal Growth Factor, Supernatan limfosit lesional atau Insulin Like Growth Factor) untuk mendapatkan gambaran kerutinosit lesional yang menyerupai keadaan sesungguhnya untuk pengujian efek ekstrak teh terhadap biakan keratinosit psoriasis. 6. Penelitian tahap pertama telah memberikan dasar yang cukup kuat untuk melaksanakan penelitian tahap ke 2. Pada penelitian tahap kedua, didapatkan hasil lanjutan/pelengkapan hasil penelitian tahap pertama, yaitu: 1. Uji MTT terhadap biakan keratinosit dengan konsentrasi ekstrak 50 mG/ml hingga 800 mG/ml dengan waktu pengamatan 24 jam, 72 jam, dan 144 jam. 2. Hasil pengecatan imunohistokimia untuk melihat tingkat apoptosis pada biakan keratinosit setelah paparan dengan ekstrak teh hijau, teh hitam, EGCG maupun ekstrak standar teh hitam dan kontrol selama 24 jam, 72 jam dan 144 jam. Dari hasil sementara pada penelitian tahap ke dua, dapat disimpulkan bahwa: 1. Pada pengujian dengan esel MTT pada paparan 24 jam, ekstrak teh hijau, teh hitam, EGCG serta ekstrak teh hitam standar menunjukkan efek protektif terhadap biakan keratinosit, dengan menunjukkan viabilitas keratinosit yang lebih baik pada paparan dengan kadar yang lebih tinggi (p=0,000-0,001 untuk ekstrak teh hijau dan p= 0,001- 0,005 untuk teh hitam). Dibandingkan dengan metetreksat sebagai kontrol positif, paparan dengan metotreksat menunjukkan viabilitas sel yang sama (mendatar) pada berbagai konsentrasi. 2. Hasil pengamatan untuk uji MTI pada paparan 72 jam, dan 144 jam belum dapat disajikan pada laporan akhir sementara ini, oleh karena kondisi laboratorium yang terlalu penuh, sehingga pengujian masih dilakukan. Di harapkan pada saat seminar hasil akhir hasil tersebut sudah dapat dipaparkan. 3. Hasil pengamatan tingkat induksi apoptosis, seperti halnya uji MTT untuk paparan 72 jam dan seterusnya, belum dapat dipaparkan pada laporan sementara ini, diharapkan telah siap pada saat seminar akhir dilakukan.