RESTORASI HUT AN KAWASAN DIENG DALAM MEMELIHARA BENDA CAGAR BUDAYA

<p>Makalah mengenai kawasan Dieng ini ditulis sebagai tanggapan positif atas<br /> harapan Direktorat Geografi Sejarah, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala.<br /> Departemen Kebudayaan dan Pariwisata yang rlisampaikan kepada penulis melalui surat<br /> No 1101F2/GSN/08....

Full description

Bibliographic Details
Main Author: , Yustinus Suranto dan Soewarno Hasanbahri
Format: Article
Published: [Yogyakarta] : Fak. Kehutanan UGM 2008
Description
Summary:<p>Makalah mengenai kawasan Dieng ini ditulis sebagai tanggapan positif atas<br /> harapan Direktorat Geografi Sejarah, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala.<br /> Departemen Kebudayaan dan Pariwisata yang rlisampaikan kepada penulis melalui surat<br /> No 1101F2/GSN/08. Dataran Tinggi (DT) Dieng terletak pada ketinggian 2093 m di atas<br /> muka laut dan tingkat kelerengan lahan rata-rata di atas 40 %. Luas kawasan D.T Dieng<br /> berkisar 22.500 ha dan merupakan daerah hulu dari sistem Daerah Aliran Sungai (DAS)<br /> Serayu. Kawasan D.T. Dieng dibedakan menjadi tiga entitas. Pertama, kawasan hutan<br /> lindung dikelola Perum Perhutani seluas 8.238 ha (36,61 %). mencakup kawasan hutan<br /> lindung di wilayah Kab. Wonosobo (3:212,8 ha). Kab. Banjarnegara (772,21 ha). Kab.<br /> Pekalongan (3.103.0 ha) dan Kab. Kendal (623 ha), dan Kab. Temanggung (527 ha).<br /> Kedua, kawasan Taman Wisata Alam Telaga Warna dan Telaga Pengilon yang dikelola<br /> oleh Balai Konservasi Somber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah seluas 39,6 ha<br /> (0.18%). Ketiga, lahan milik rakyat seluas 14.222,4 ha (63,21 %).<br /> Hutan lindung berada di dalam kondisi tidak normal. Laban milik rakyat ditanami<br /> tanaman pertanian terutama kentang (So/anum luberosum), kobis (Brassica o/eracea fa<br /> capilala) dan wortel (Daucus carola), ketela rambat (Ipomoea balalas). Pola pertanaman<br /> yang hampir monokultur, dan pertanaman dimapankan pada guludan-guludan yang<br /> arahnya sejajar dengan lereng gunung tanpa mempertimbangkan aspek konservasi<br /> kawasan. Kondisi ini mengakibatkan terjadi erosi yang tinggi di bagian hulu DAS dan<br /> sedimentasi pada bagian tengah dan hilir DAS. serta penurunan tingkat kesuburan tanah<br /> yang sangat drastis. Penurunan kesuburan tanah diatasi dengan penggunaan pupuk<br /> berupa kotoran ayam yang menghadirkan bau menyengat amoniak. Serangan penyakit<br /> dan hama tanaman ditangkal dengan inscktisida. Akibatnya. terjadi polusi udam dan air.<br /> Perlakuan bentang lahan yang tidak mengindahkan kaidah ekologi ekosistem alam akan<br /> menghilangkan fungsi perlindungan alam sehingga menimbl:lkan kerusakan alam,<br /> bahkan bencana alam berupa banjir dan tanah longsor. Disamping itu juga menimbulkan<br /> kerusakan terhadap empat kompleks percandian yang ada di dalamnya dan berstatus<br /> sebagai benda cagar budaya, yakni kompleks (1) Candi Dwarawati dan Parikesit di<br /> kelompok utara, (2) Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Sembodro. Candi Puntodewo,<br /> Candi Srikandi, dan Candi Sentyaki di bagian tengah, (3) Candi Gathotkaca, Candi<br /> Werkudara, Candi Abiyasa dan Candi Pandu di kelompok timur, (4). Candi Ontorejo,<br /> Petruk. Nala Gareng dan Nakula Sadewa.<br /> Langkah-Iangkah bijak yang perlu dipikirkan bersama dalam mengatasi degradasi<br /> lingkungan di D.T. Dieng adalah: I) membangun kesepahaman tentang pentingnya<br /> kelestarian wilayah hulu tanpa harns mengorbankan kepentingan masyarakat setempat, 2)<br /> pemilihan pola budidaya yang ramah lingkungan dengan penataan ruang bentang lahan<br /> yang memadai. dan 3) pengembangan etika ekologi untuk menumbuhkan moral<br /> lingkungan bagi semua stakeholders yang terlibat di kawasan D.T. Dieng.</p>