Pembatasan Kekuasaan Presiden dalam Melakukan Perjanjian Pinjaman Luar Negeri Pasca Amandemen UUD 1945

Salah satu isu yang menjadi konteks empiris pada saat amandemen UUD 1945, adalah pinjaman luar negeri Indonesia pada masa Orde Baru. Hal ini mendorong perubahan Pasal 11 UUD 1945, yang pada pokoknya menentukan sebuah keharusan bagi Presiden untuk mendapatkan persetujuan DPR dalam membuat perjanjian...

Full description

Bibliographic Details
Main Authors: Merdiansa Paputungan, Zainal Arifin Hoesein
Format: Article
Language:English
Published: The Registrar and Secretariat General of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia 2020-08-01
Series:Jurnal Konstitusi
Subjects:
Online Access:https://jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk/article/view/1588
Description
Summary:Salah satu isu yang menjadi konteks empiris pada saat amandemen UUD 1945, adalah pinjaman luar negeri Indonesia pada masa Orde Baru. Hal ini mendorong perubahan Pasal 11 UUD 1945, yang pada pokoknya menentukan sebuah keharusan bagi Presiden untuk mendapatkan persetujuan DPR dalam membuat perjanjian pinjaman luar negeri. Akan tetapi dalam pengaturan kemudian, persetujuan DPR sebagai bentuk pembatasan kekuasaan Presiden di bidang diplomatik ini, justru direduksi menjadi persetujuan yang terbatas diberikan terhadap Undang-Undang APBN. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengurai berbagai permasalahan seputar persetujuan DPR sebagai bentuk pembatasan kekuasaan Presiden, dan pengaturannya dalam Peraturan Perundang-Undangan Pasca amandemen UUD 1945.
ISSN:1829-7706
2548-1657